MENPERIN SAMBUT BEROPERASINYA “ S R I “ SEBAGAI PRODUSEN KARET SINTETIS

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada peresmian PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI) di Cilegon, Banten, Kamis (29/11).

Cilegon, Oase I News.com – Pemerintah terus mendorong tumbuhnya sektor industri guna memperkuat struktur manufaktur dan meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri. Upaya strategis ini bertujuan untuk mensubstitusi produk impor sekaligus mengisi pasar ekspor.

“Salah satu sektor yang diprioritaskan adalah industri petrokimia. Sebab termasuk yang dipilih dalam kesiapan menjadi pionir mengimplementasikan industri 4.0 sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada peresmian PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI) di Cilegon, Banten, Kamis (29/11).

Menperin menyambut baik beroperasinya SRI sebagai produsen karet sintetis pertama di Indonesia yang memproduksi polybutadiene rubber dan solution styrene butadiene rubber. SRI merupakan perusahaan patungan Michelin dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dengan nilai investasi mencapai USD435 juta.

“Pabrik ini yang mendapat tax holiday. Artinya, fasilitas tax holiday memang membawa investasi dan diharapkan mendapat devisa dari ekspor sebesar USD250 juta. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan neraca perdagangan dengan memacu investasi dan ekspor,” paparnya.

Menperin pun memberikan apresiasi terhadap kolaborasi bisnis ini, karena sebagai salah satu kunci sukses pengembangan pusat produksi olefin yang semakin lengkap dan terintegrasi dalam rangka mendukung klaster petrokimia di Cilegon. “Dengan adanya lighthouse, akan ada lebih banyak lagi yang mengikuti success plant seperti ini. Apalagi sudah menerapkan industri 4.0,” ujarnya.

Airlangga menjelaskan, industri karet sintetis merupakan sektor yang perlu dikembangkan karena dibutuhkan banyakindustri lainnya. Misalnya dimanfaatkan untuk memproduksi ban, conveyor belt, komponen karet, alas kaki, serta pembungkus kabel listrik.

“Saat ini hanya terdapat satu produsen karet sintetis dengan kapasitas sebesar 75.000 ton per tahun, sementarakebutuhan karet sintetis di dalam negeri di tahun 2017 mencapai 230.000 ton,” ungkapnya. Untuk itu, diharapkan SRI dengan memiliki kapasitas produksi sebesar 120 ribu ton per tahun, dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik.

“Pembangunan pabrik inisejalan dengan hilirisasi industri karena meningkatkan nilai tambah butadiene dan styrene monomer yang sudah diproduksi di dalam negeri. Bagi Michelin, ini pabrik ketiga setelah di Perancis dan Amerika Serikat,” imbuhnya. Investasi ini sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan investasi karena didukung dengan iklim usaha yang kondusif.

Presiden Direktur SRI Brad Karas mengatakan, SRI sebagai salah satu pionir di Indonesia untuk industri karet sintetis yang menggunakan teknologi baru dalam upaya memproduksi produk-produk bernilai tambah tinggi. “Dengan menggabungkan bahan baku Chandra Asri dan teknologi dari Michelin, kami mengubah bahan mentah menjadi produk setengah jadi yang digunakan sebagai komponen utama untuk menghasilkan ban ramah lingkungan,” jelasnya.

Guna memenuhi standardisasiproduksi, General Managing Partner Michelin Group Florent Menegaux menyampaikan, pihaknyatelah melakukan pelatihan bagipara tenaga ahli SRI dari Indonesia sehingga mereka dapat mengembangkan kompetensinyauntuk mendukung daya saing perusahaan.

“Selama tahun 2015-2017, kami memberikan pelatihanekstensif bagi karyawan SRI, dengan cara mengirimkan mereka ke pabrik karet sintetis Michelin di Perancis dan Amerika Serikat. Secara umum, staff kunci SRI menjalani 800 jam pelatihan di pabrik-pabrik Michelin,” ucapnya.

Resmikan pembangkit listrik

Pada hari yang sama, Menperin Airlangga juga meresmikan pembangkit listrik captive power milik PT Indorama Petrochemicals di Cilegon, Banten. Fasilitas baru berkapasitas 30 MW tersebut dinilai dapat mendukung daya saing perusahaan.

“Industri ini harus selalu di-upgrade teknologinya. Dengan tenaga baru ini, yang memanfaatkan panas di pabrik untuk tambahan energi menjadi biaya produksi menurun dan tercipta efisiensi,” ujarnya. Hal ini juga diyakini dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.

“Dua pabrik Indorama saat ini berjalan lancar dan tidak ada disruption. Hal ini tentu tidak terlepas dari upaya pemerintah mendorong pengembangan industrialisasi. Di kompleks Cilegon ini akan ada pabrik baru,” ungkapnya.

Menperin menambahkan, industri nasional saat ini dipacu untuk menghasilkan produk bernilai tambah tinggi. Salah satu upaya yang dapat mendorong peningkatan daya saing industri nasional adalah melalui inovasi teknologi secara berkelanjutan.

“Perkembangan inovasi teknologi di industri, khususnya di industri petrokimia, akan mampu mendorong sektor manufaktur lainnya untuk memenuhi implementasi industri 4.0,” paparnya.

Guna merealisasikan visi tersebut, tidak cukup mengandalkan pertumbuhan organik semata, namun diperlukan terobosan di bidang industri melalui pemanfaatan teknologi terkini. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan visi Making Indonesia 4.0 untuk mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang inklusif atau menyeluruh.

“Salah satu strateginya adalah melalui perombakan alur produksi industri konvensional melalui inovasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas,” tegasnya. Menurut Airlangga, pihaknya aktif mendorong industri manufaktur agar menghasilkanproduk berdaya saing tinggi melalui pemanfaatan teknologi. Hal ini untuk memenuhi permintaan domestik maupun global dan berkontribusi langsung dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia secara secara berkelanjutan.

Direktur Utama PT Indorama Petrochemicals Saurabh Mishra menyampaikan, pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan investasi. Misalnya dengan menambah pembangkit listrik, perusahaan akan lebih efisien dan produktif.

“Selama ini kami telah investasi lebih dari USD400 juta. Untuk pembangkit energi ini saja kira-kira USD55 juta,” tuturnya. Mishra meyakini, dengan adanya fasilitas baru tersebut, biaya energi turun hampir 20 persen.

PT Indorama Petrochemical, produsen Purified Terephthalic Acid (PTA) beroperasi sejak tahun 2013. “Waktu itu kami cuma produksi 33 ton per jam, sekarang sudah 58 ton per jam. Dengan investasi baru ini, kami berupaya menghemat cost energi hingga 20 persen,” katanya.

PT Indorama Petro Chemical, produsen purified terephthalic acid / PTA beroperasi sejak tahun 2013, dari produksi 33 ton per jam saat ini telah mencapai 58 ton per jam, produk PTA Indorama Chemical 100 % diserap industry textile domestic sebagai bahan baku serat dan benang, “ Produk kami dipakai oleh grup Indorama dan pasar local, di Downstream, industry yang membeli produk kami yang melakukan ekspor, jadi merupakan indirect export, “ ujar Mishra. ( S R Y )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *