WALHI : Pemerintah Tidak Serius Tangani Ilegal Logging dan Mining di Wilayah Sumbar

Foto : ilustrasi Google.

SUMBAR, Oase I News.com – Terkait bencana alam yang terjadi baru-baru ini di wilayah Sumatera Barat, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menganggap bahwasannya pihak Pemerintah ataupun Penegak tutur Yoni kurang tegas (tidak serius) dalam menangani pelaku .

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye WALHI Yoni Candra.

“Pemerintah pusat dan aparat penegak hukum (kepolisian) harus menindak tegas pelaku illegal logging dan illegal mining di Sumatra Barat,” ujarnya.

Seperti diketahui bersama bahwa Pembalakan dan pertambangan mining merupakan penyebab kerusakan lingkungan yang masif di Sumbar, yakni Longsor dan Banjir.

Berdasarkan hasil investigasi Walhi Sumbar, ada enam kabupaten/kota yang mengalami bencana ekologi, seperti Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Agam, Kota Sawahlunto, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten 50 Kota, dan Kabupaten Sijunjung.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Walhi meminta Presiden agar membuat seruan Peringatan secara Nasional untuk Kapolda, Kapolres, dan Kapolsek apabila masih ada pembalakan dan pertambangan liar di wilayah hukum kerja mereka, khususnya di Sumatera Barat, akan dicopot dari jabatannya.

“Jika masih terjadi di wilayah hukum mereka, itu Kapolda, Kapolres, sampai Kapolseknya dicopot,” ujarnya.

Seruan yang sama, pernah dilakukan oleh Jokowi pada saat bencana karhutla melanda Indonesia beberapa waktu yang lalu. Saat itu, ada perintah dari Jokowi untuk mencopot kapolda, kapolres dan kapolsek apabila masih terjadi karhutla di wilayah kerja mereka.

“Hal yang serupa, seharusnya, juga dilakukan oleh presiden untuk mengatasi illegal logging dan illegal minning di Sumbar,” tutur Yoni.

Walhi Sumbar menilai ada indikasi pembiaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian di Sumbar dalam menindak pelaku pembalakan dan penambangan liar.

“Kalau serius melakukan penindakan, tentu tidak ada lagi kan!” katanya.

Yoni mencontohkan, di Kabupaten Solok Selatan, Walhi mencatat, aktivitas penambangan liar sudah dimulai dari 2010 dan sempat terhenti pada 2014. Kemudian, dilanjutkan kembali dari 2016 sampai sekarang.

Yoni juga mengungkapkan bahwa tidak ada tindakan tegas kepada pelaku aktivitas tambang ilegal ini. Memang beberapa kali ada penertiban yang dilakukan. Meski demikian, Walhi Sumbar menilai itu tak ubahnya sebagai penataan.

“Kita menyebutnya penertiban tambang di Solok Selatan itu tidak ubahnya sebagai penataan. Artinya, dihilangkan di titik A, muncul lagi di titik B, dan di titik-titik berikutnya,” jelasnya.

Yoni juga mengatakan, bahwa belum ada bentuk penindakan yang serius dari pihak berwenang bagi pelaku tambang emas liar di kabupaten itu. Kalau dibiarkan, kata Yoni, tentu kejadian bencana banjir dan longsor di Kabupaten Solok Selatan akan terus terulang, hingga mengancam kehidupan masyarakat sekitar.

(Red)

Sumber : WALHI Sumbar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *