Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop UKM Ahmad Zabadi mengatakan LPS Koperasi sesuai dengan model APEX, yang berarti “pengayom” bagi lembaga yang menjadi anggotanya dalam hal ini koperasi.
JAKARTA, Oase I News.com – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) sedang memperjuangkan masuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi pada RUU Cipta Kerja. LPS Koperasi dinilai akan meningkatkan kepercayaan anggota koperasi dan memberikan rasa aman untuk menempatkan dananya di koperasi.
Pertimbangan Kemenkop UKM memperjuangkan dibentuknya LPS Koperasi, bukan hanya alasan sebagai jaring pengaman semata namun juga dapat memfasilitasi koperasi yang kesulitan likuiditas.
Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop UKM Ahmad Zabadi mengatakan LPS Koperasi sesuai dengan model APEX, yang berarti “pengayom” bagi lembaga yang menjadi anggotanya dalam hal ini koperasi. Dia menyebutkan lembaga Apex dapat berfungsi sebagai lembaga penyatuan atau pengumpulan dana (pooling of funds), pemberian bantuan keuangan (financial assistance) dan dukungan teknis (tehnical support).
“Apabila ada anggota menghadapi kesulitan likuiditas dan permodalan, Apex dapat menjalankan fungsinya,” kata Zabadi, pada Webinar Lembaga Penjamin Simpanan Sebagai Solusi Multi Dimensi Kebangkitan Koperasi Indonesia: “Akankah Mimpi Itu Segera Menjadi Nyata.”
Zabadi mencontohkan Koperasi Sekunder dimana anggotanya bisa saja tidak hanya satu jenis koperasi saja melainkan untuk semua jenis koperasi. Dana yang terkumpul baru dapat digunakan ketika ada anggotanya mengalami kesulitan likuiditas dan permodalan sebagai upaya penyelamatan koperasi yang sedang sakit.
Menurutnya masalah likuiditas koperasi menjadi salah persoalan serius yang terjadi saat ini. Pembatasan aktivitas usaha akibat pandemi Covid-19 telah memukul ekonomi anggota koperasi yang bergerak di UMKM.
Omzet anggota koperasi menurun sehingga tidak dapat mengembalikan pinjaman disisi lainnya anggota menarik dana simpanan yang ada di koperasi untuk dapat bertahan ditengah badai Covid-19. Hal ini secara otomatis berdampak terhadap likuiditas koperasi.
“Jika koperasi tidak dapat memenuhi permintaan penarikan dana anggota, dampak terbesarnya adalah ketidakpercayaan anggota kepada koperasi yang pada akhirnya terjadi rush money dan masalah hukum,” tandas Zabadi.
Zabadi juga menegaskan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi sangat mendesak. Banyak kasus penipuan berkedok koperasi, penipuan yang dilakukan koperasi dengan cara menjanjikan imbal hasil yang tidak wajar yang berdampak menurun tingkat kepercayaan anggota masyarakat terhadap koperasi. Hal itu tidak akan terjadi apabila koperasi menjalankan nilai-nilai dan prinsip koperasi secara benar. ( SRY )
Tinggalkan Balasan