Oase I news.com, Jakarta-Sudah 7 tahun Sofyan Jalil jadi Menteri di Kabinet Jokowi dan dia selalu membangkang atas pidato Presiden tentang mafia tanah di kementeria ATR/BPN tersebut. Awal Pidato Presiden Jokowi itu tahun 2017 dan terakhir di istana Bogor pada Rabu (20/09/2021) dan aneh nya Sofyan Djalil tidak juga melakukan trobosan kebijakan atas maraknya Mafia tanah di kantor ATR/BPN tersebut.
Menurut Beathor Suryadi, dalam keterangan Pers nya yang diterima MediaBantenCyber.co.id pada Sabtu (23/10/2021) pagi, Indikasi Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil bagian dari Mafia Tanah adalah :
1. Tidak melaksanakan Putusan PK No. 121 Mahkamah Agung tentang keterbukaan Informasi Lahan Tanah.
2. Tidak melaksanakan program GeoSpasial untuk Peta Satu Data, atas basis titik Koordinat yang seharusnya tercantum pada surat-surat tanah.
3. Tidak memaksimalkan struktur kementerian ATR/BPN, sehingga banyak timbul kasus konplik ukur lahan, kehilangan warkah, floting salah lahan dan lain-lainnya.
Pidato Presiden itu menyebutkan, ada kasus konflik masalah tanah yang sudah 40 tahun tidak juga selesai. Jika Sofyan Djalil paham, sebuah kasus konplik tanah, selayaknya dalam waktu 3 tahun sudah HARUS selesai.
4. Sofyan Djalil tidak berani melakukan ADU DATA atas berkas tanah warga kepada para pihak yang lahan nya sedang berkonplik.
Gelar perkara kasus konplik itu menyebabkan Aparat ATR/BPN ANTI Pro Rakyat kecil..
“Jika Sofyan Djalil Cerdas,
melalui citra foto udara yang sudah banyak dimiliki BPN dan BIG pun akan dengan mudah melihat dengan kasat mata bahwa apakah diareal yang akan diberikan HGU dan HGB untuk Pengusaha tersebut kosong atau ada lahan garapan warga,” kata Beathor Suryadi.
Lanjut Beathor, kalau ada lahan garapan warga didalam enclave tersebut maka BPN harus melaksanakan PERINTAH Presiden Jokowi (diberbagai pidatonya tentang sengketa tanah) untuk MEMBERIKAN KEPASTIAN hak atas tanah terhadap lahan garapan warga tersebut dengan segera, lalu kemudian memberikan HGB atau HGU kepada pengusaha.
“Dari keterangan jubir BPN Taufikur Rahman terbukti bahwa didalam Pemberian HGU dan HGB untuk pengusaha, BPN ternyata tidak memeriksa apakah didalam areal HGU atau HGB yang akan diberikan tersebut terdapat tanah yang dimiliki warga /dikuasai warga atau kosong clear and clean,” tandasnya.
“Padahal tanah-tanah yang dimiliki oleh warga telah dibuktikan dengan sertifikat Hak Milik itu semua data dan petanya ada di Kantor BPN dan juga telah ada koordinat Geospatial nya sehingga mudah dengan kasat mata dilihat dan disimpulkan apakah pemberian HGU /HGB kepada para pengusaha tersebut sudah clean and clear atau masih berpotensi sengketa,” tegas Beathor Suryadi mantan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Periode 2014-201 tersebut menegaskan.
Namun berbagai data dan kecanggihan teknologi yang dimiliki oleh kantor ATR/BPN tersebut, BPN malah berlindung di “Balik Tembok” kewenangan Instansi lain dalam memberikan HGU dan HGB, padahal sengketa Agraria justru terjadi karena BPN TIDAK MENCANTUMKAN koordinat Geospasial di dalam setiap Sertifikat Hak Milik warga dan HGU Pengusaha.(Simon)
Tinggalkan Balasan