oase I news.com, Prabumulih Sejumlah warga Prabumulih, Sumatera Selatan yang tergabung dalam Forum korban MafiaTanah Indonesia (FKMTI) meminta Presiden Jokowi agar memerintahkan jajarannya menindak KOMPLOTAN Mafia Tanah dan segera membayar tanah SHM mereka yang digunakan untuk pembangunan proyek strategi nasional jalan tol lintas Sumatera.
Ketua FKMTI SK Budiardjo menjelaskan, kedatangan perwakilan warga Prabumulih ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) bertujuan untuk mengingatkan para hakim untuk TIDAK BERSENGKONGKOL dengan Mafia PERAMPAS tanah. Tanah SHM terbitan tahun 90 milik mereka saat ini sedang digugat untuk ketiga kalinya.
“Saya ingin Pak Jokowi tahu, Ini bukti bahwa tanah sertifikat tidak aman, masih bisa digugat. Tanah SHM mereka terbitan tahun 90. Riwayatnya jelas, dari warisan atau beli dan secara fisik mereka kuasai. Tapi tiba-tiba ada yang menggugat setelah tanah tersebut akan dibangun jadi jalan tol. Dan ini masif terjadi di seluruh Indonesia,” kata Budi, di Jakarta, Senin (13/06/2022).
Budi menambahkan, hal ini menunjukkan perintah Presiden Jokowi untuk memberantas mafia tanah dan mafia peradilan TIDAK DIJALANKAN oleh jajarannya. Sebab, FKMTI sudah melaporkan 10 kasus perampasan tanah dengan bukti lengkap empat tahun lalu tapi hingga kini tidak ditindaklanjuti dan tidak ada penyelesaian. Menurut Budi, Presiden harus segera mengeluarkan Perpu Pemberantasan Mafia Tanah beserta bekingnya.
“FKMTI mendesak Presiden Jokowi segera keluarkan Perpu Pemberantasan mafia Tanah agar jajarannya tidak bertameng dengan segala peraturan saat ini yang melindungi kepentingan mafia Tanah. Ingat jabatan Presiden Jokowi tinggal 2 tahun lagi, perintahnya untuk berantas mafia tidak berjalan, malah semakin banyak korban mafia tanah,” tandasnya.
Sedangkan Kepala Desa Jungai, Prabumulih, Iskandar menjelaskan, tanah SHM mereka digugat hingga tiga kali oleh pihak lain dengan bukti hanya selembar salinan surat pernyataan. Anehnya, tulisan surat segel yang diakui ditandatangani pada tahun 1958 tersebut menggunakan Ejaan Baru dan tidak ada surat aslinya.
“Dua kali gugatan mereka dengan modal fotocopy surat segel itu sudah ditolak pengadilan. Artinya kami yang menang. Bukti mereka salinan surat segel tahun 58, Tapi tulisannya pakai Ejaan tahun 72. contohnya, tulisan surat tidak pakai oe,. Anehnya, mereka masih menggugat dengan bukti yang sama untuk ketiga kalinya,” ungkapnya.
Kejanggalan ini pun telah mereka laporkan ke Polres Prabumulih, Laporan Polisi Nomor: LP-B/91/V/2021/SUMSEL/RES PBN. Namun tidak berjalan walaupun bukti-bukti lengkap sudah dilampirkan.
Sementara Edi Yusuf, warga Prabumulih lainnya, menjelaskan hingga kini belasan warga pemilik tanah SHM belum juga mendapat ganti rugi. Sedangkan kebun karet mereka sudah diratakan dengan tanah. Padahal, penghasilan utama warga berasal dari kebun karet.
“Tolonglah kami Pak Jokowi, untuk proyek jalan tol, kebun karet sudah tumbang, tapi kami belum terima uang. Padahal hasil karet itu penghasilan utama kami. Bisa dapat 2,5 juta tiap bulan,” ujarnya.(Sugardian Ms)