Jakarta, Oase I News.com- Sikap Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono yang menyayangkan atas terselenggaranya Musyawarah Besar (Mubes) Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), yang mendaulat Fahd El Fouz Arafiq sebagai ketua umum menggantikan Roem Kono yang nihil prestasi, adalah suatu sikap yang lucu dan ambigu terhadap dirinya sendiri. Agung Laksono sendiri dikenal sebagai tokoh pecah belah Golkar menjadi Golkar Ancol dan Golkar Ancol.
“Sebagak Ketua Umum PPK Kosgoro 57, Pak Agung tidak usah ikut campur urusan rumah tangga MKGR apalagi sampai menuding Pak Hasto Sekjen PDIP yang tidak benar. Pak Hasto kami undang untuk mengisi materi tentang kebangsaan. Apanya yang salah?” Ujar Arman Amir, Ketua Panyelenggara Mubes MKGR di Jakarta (20/9)
Karena, tambah Arman Amir secara prosedural, pelaksanaan Mubes dii Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (19/9/2019) hingga ditetapkannya Fahd sebagai ketua umum telah melalui mekanisme yang benar. Dengan didasari alasan-alasan yang rasional dan objektif, seperti mandegnya perjanan roda organisasi, selama kepemimpinan hanya mementingkan kepentingan pribadi ketimbang ormas, tidak ada satupun program yang saja secara produktif menguntungkan organisasi, tidak pernah dilakukan rapat harian, evaluasi, laporan tahunan, dan lain-lain.
Akibatnya, di tangan Roem Kono, MKGR seolah-olah telah wafat, sebab konsolidasi organisasi tidak berjalan. Dengan kondisi yang memperihatinkan itu, ibarat kata ‘hidup segan mati tak mau’, sehingga lebih dari separuh pengurus harian dan elit MKGR mengambil inisiatif untuk mengidupkan kembali dan menyelamatkan ormas tersebut dengan cara menyelenggarakan Mubes, walaupun pada hakikatnya bukanlah sebuah proses kudeta melainkan pembentukan struktur kepengurusan yang baru yakni MKGR Perjuangan.
Dengan alasan dan prosedur yang benar itu harusnya Agung Laksono tidak asal bicara seolah-seolah benar dan tidak punya dosa. Pada jejak sejarah kita masih dapat mengingatnya, dimana Agung sebagai aktor utama memecah-belah Partai Golkar, yang puing-puingnya masih berserakan. Akibat tangan jailnya, Partai Golkar hingga kini terus menghadapi kemelut panjang. Itu adalah preseden dan sejarah terburuk yang terus menghantui generasi-generasi penerus Golkar.
Sehingga dengan itu, kami minta Agung Laksono tidak usah sok-sok menasehati kader-kader MKGR soal perpecahan organisasi, sebab dirinyalah “teladan perpecahan” yang memiliki spesialisasi ahli pecah-memecah organisasi dan partai Golkar. Sebaiknya Agung fokus saja untuk mengurus dan membangun Kosgooro 1957, tidak perlu mencampuri urusan rumah tangga MKGR.
Saya melihat, Agung Laksono hanya memikirkan diri dan kelompoknya semata, hal ini dapat diamati dari keprihatinannya ketika Mubes MKGR tersebut dihadiri Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Ia menganggap kehadiran, terutama Sekjen PDIP tersebut sebagai hal yang dapat memecah belah.
Pada hal, kehadiran partai lain atau tokoh pemerintahan dalam sebuah Musyawarah Besar, Kongres, atau acara-acara besar ormas dan partai adalah hal yang biasa saja. Apa lagi kehadiran tersebut atas undangan secara resmi. Justru itu sangat baik dalam rangka membangun konsolidasi organisasi, memperkuat hubungan antar kelembangan, dan kerjasama politik kebangsaan dalam upaya membangun bangsa dan rakyat Indonesia.
Namun Agung Laksono tidak melihatnya secara positif dan prasangka baik, mungkin saja sudah dibutakan oleh sifat ketidaksukaan terhadap kelompok yang berlawanan dengan dirinya, sehingga apapun yang diperbuat lawan politiknya tetap dinilai keliru. (Fatah)
Sumber : Arman Amir
Ketua Panitia Penyelenggara Mubes MKGR
Tinggalkan Balasan