Jakarta, Oase INews.com-Aksi mahasiswa menyuarakan kepentingan rakyat adalah bentuk kepedulian demi perbaikan dan masa depan bangsa yang lebih maju. Karena di tangan generasi muda, terutama para mahasiswa ini lah masa depan bangsa ini akan ditentukan. Kali ini, mahasiswa menuntut pembatalan revisi UU KPK, RUU Pertanahan, dan RUU KUHP. Demi untuk kebaikan bangsa, terus lah berjuang untuk kepentingan rakyat.
Namun, sejumlah kalangan menilai, melihat iklim politik dampak dari Pemilu, terutama pemilihan Presidan dan Wakil Presiden beberapa waktu lalu, aksi demonstrasi mahasiswa ini rawan ditunggangi penumpang gelap, barisan ‘sakit hati’. Untuk itu, mahasiswa harus lebih cerdas dalam melakukan gerakan menyuarakan aspirasi rakyat tersebut. Karena, melihat begitu banyaknya mahasiwa dari berbagai daerah yang turun ke jalan, tak dipungkiri, ini bisa menjadi lahan barisan ‘sakit hati’ untuk melampiaskan kekecewaanya dari Pemilihan Umum lalu. Bisa saja, ada kemungkinan barisan ‘sakit hati’ ini melakukan perbuatan tidak terpuji, ingin menggagalkan pelantikan Presiden dan Wapres terpilih, Jokowi – KH. Ma’ruf Amin.
“Pointnya, jangan sampai gerakan moral mahasiswa ditumpangi oleh kepentingan segelintir elit politik. Mahasiswa memang sejatinya harus menyuarakan kepentingan rakyat, bukan kepentingan satu golongan atau kelompok politik,” tegas Mantan Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) 2013-2015, Amilan Hatta seperti dilansir gesuri.id, Selasa 24 September 2019.
Pria yang akrab disapa Milan itu, juga meminta para mahasiswa yang menggelar demonstrasi di berbagai kota untuk tidak terprovokasi oleh para provokator. Menurutnya, hal ini sangat memungkinkan berasal dari barisan elit politik yang ‘sakit hati’ dan mencoba memanfaatkan gerakan mahasiswa tersebut untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Ia juga memberi apresiasi kepada mahasiswa karena tetap setia mengawal dan menjaga setiap detak sejarah peradaban bangsa. Mahasiswa juga patut dihargai karena sudah menjadi penyambung suara Rakyat Indonesia.
Sementara, Anggota Baleg dari Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Eva Sundari, dalam keterangannya di beberapa media Nasional, Selasa 24 September 2019, menyatakan bahwa tuntuan dari Aliansi Rakyat Bergerak sudah tidak relevan lagi karena beberapa tuntutan mereka kepada DPR dan Presiden Jokowi sudah dikabulkan. Hal itu sudah terlaksana ketika Jokowi mengumumkan penundaan pengesahaan RUU tersebut pada Jum’at 20 September 2019 lalu. Dengan begitu, mahasiswa tidak perlu berdemonstrasi lagi.
Terkait tuntutan mahasiswa kedua perbaikan UU KPK, menurut Eva, ini sudah di luar kontrol DPR dan Pemerintah karena sudah disahkan pada 17 September 2019. Satu-satunya peluang adalah bila mahasiswa meminta pembatalan ke MK. Karena, menurutnya, permintaan untuk Perppu tidak mungkin dilaksanakan mengingat tidak ada alasan darurat.
Soal kebakaran hutan di beberapa daerah, saat ini penegakan hukum sedang berjalan. Bahkan, sudah ratusan pelaku perorangan dan kelompok pembakaran hutan ditangkap. Malah sudah ada yang P21, dan puluhan perusahaan dalam dan luar negeri dibekukan ijin usahanya.
“Jadi sebaiknya para mahasiswa mengawasi penegak hukum dalam bekerja, bukan justru demo di DPR maupun di tempat yang tidak terkait,” kata Eva.
Untuk terkait Undang Uundang Ketenagakerjaan, ini membingungkan karena DPR saat ini tidak ada bahasan UU tersebut. Jadi, kata Eva, tampaknya ini ada salah paham di kalangan mahasiswa soal isu ketenagakerjaan dan sasaran demo. Terkait hal ini, yang paling masuk akal adalah soal desakan Pengesahan RUU Penghapusan Kejahatan Seksual. Pembahasan ini mandek akibat pimpinan panja dan beberapa parpol tidak mengagendakan pembahasan RUU ini meski sudah 3 tahun di Prolegnas.
“Para penolak RUU ini lebih percaya kepada hoaks-hoaks daripada membela korban kejahatan seksual. Dalih yang diajukan pimpinan adalah tidak cukup waktu, sementara panja RUU Siber yang baru masuk minggu lalu sedang kerja keras membahas DIM2nya di minggu ini,” pungkasnya.
(Red)
Tinggalkan Balasan