Jakarta, Oase INews.com – Pemerintah Indonesia dan Vietnam telah sepakat untuk segera menghilangkan berbagai hambatan perdagangan yang masih terjadi di antara kedua negara, terutama yang terkait dengan produk industri. Komitmen ini merupakan hasil pertemuan Presiden Joko Widodo dan Presiden Vietnam Trần Đại Quang.
“Di dalam perbincangan kedua pemimpin negara tersebut, antara lain dibahas isu mengenai perdagangan bilateral sekaligus target yang akan dicapai sebesar USD10 miliar pada tahun 2020,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sesuai keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis (13/9).
Presiden Joko Widodo dan Presiden Vietnam Trần Đại Quang melakukan pertemuan di Istana Kepresidenan Vietnam, Hanoi, Selasa (11/9). Turut hadir dalam pertemuan bilateral itu ialah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, serta Duta Besar RI untuk Vietnam Ibnu Hadi.
Menperin menyampaikan, pemerintah telah meminta kepada Vietnam agar mempermudah ekspor mobil Indonesia. “Oleh karena itu perlu ditinjau kembali kebijakan tentang double inspection untuk otomotif,” ujarnya. Permintaan ini akan segera ditindaklanjuti sehingga ekspor mobil Indonesia ke Vietnam dapat kembali normal.
Perlu diketahui, Pemerintah Vietnam menerapkan kebijakan impor mobil completely built up (CBU) dari negara-negara Asean. Vietnam menerapkan kebijakan terkait uji tipe dan uji emisi melalui Regulasi No. 116/2017/ND-CP (Decree on Requirements for Manufacturing, Assembly and Import Of Motor Vehicles and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Services).
Jumlah pengapalan mobil Indonesia ke Vietnam cukup lumayan besar, yakni sekitar 30-40 ribu unit per tahun dari total ekspor mobil nasional ke seluruh negara yang rata-rata mencapai 225 ribu unit per tahun. Pada Januari-Juli 2018, ekspor mobil Indonesia ke Vietnam hanya sekitar 1.528 unit.
“Isu lainnya terkait dengan pajak ekspor untuk semen. Tentu Pemerintah Vietnam menjanjikan akan menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan tersebut sesuai dengan peraturan ataupun hukum yang mereka bisa perhatikan,” ungkap Airlangga.
Sementara itu, Menperin menyebutkan, pihak Vietnam meminta kepada Indonesia agar memberikan keleluasaan terhadap penerapan lokal konten atau TKDN pada produk ponsel. “Bapak Presiden Jokowi menyampaikan bahwa skema penghitungan TKDN di Indonesia bukan hanya untuk hardware saja, tetapi juga bisa dikompensasi dengan software dan yang lain,” jelasnya.
Selanjutnya, Vietnam menanyakan mengenai bea masuk yang dikenakan Indonesia untuk produk baja impor dari Vietnam yang sudah ada keputusan melalui WTO. “Bapak Presiden Jokowi menyatakan akan meminta waktu untuk segera menyesuaikan terhadap keputusan itu dan Indonesia menghargai yang diputuksan oleh lembaga arbitrase tersebut,” tuturnya.
Menperin menambahkan, segala hambatan perdagangan kedua negara diharapkan dapat diselesaikan pada saat pertemuan tahunan IMF-World Bank 2018 yang digelar di Bali, 8-14 Oktober mendatang. “Jadi, nanti di Bali sudah mendapatkan progres dari hasil pembicaraan bilateral di Hanoi ini,” tandasnya.
Melalui peningkatkan kerja sama, tren perdagangan RI-Vietnam yang terus meningkat beberapa tahun belakangan ini akan terus digali potensinya dan dikembangkan untuk kemajuan kedua negara. Pada tahun 2017, total nilai perdagangan RI-Vietnam tahun lalu tumbuh 8,64 persen, sehingga menjadi USD6,82 miliar dibanding tahun 2016 yang mencapai USD6,27 miliar.
Dalam upaya membangun pertumbuhan ekonomi, pemerintah Indonesia juga menyampaikan keinginan para investor nasional untuk mengembangkan usahanya di Vietnam. Untuk itu, pemerintah Vietnam diharapkan dapat memberi kemudahan, apalagi Indonesia merupakan salah satu investor pertama yang ada di Vietnam.
Investasi Indonesia di Vietnam selama tahun 2017 mencapai USD45,84 juta. Hingga akhir Desember 2017, total investasi Indonesia di Vietnam mencapai 69 proyek dengan nilai USD477,02 juta, di mana Indonesia berada di peringkat ke-30 dari daftar negara investor di Vietnam. Sementara Vietnam tercatat memiliki 8 proyek investasi di Indonesia yang bernilai USD51 juta di industri pengolahan pertambangan, media dan manufaktur.
Pengembangan ekonomi digital
Pada kesempatan berbeda, ketika Presiden Joko Widodo bertemu dengan Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc di Hanoi, Rabu (12/9), keduanya membicarakan mengenai upaya peningkatan kerja sama dalam pengembangan ekonomi kreatif dan digital di kawasan Asean.
“Peluncuran Go-Viet yang merupakan penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi di Vietnam menunjukkan bahwa startup dari Indonesia mampu berekspansi ke negara Asean lainnya,” ujar Menperin. Go-Viet merupakan mitra lokal di Vietnam dari Go-Jek, salah satu dari perusahaan unicorn Asean yang berasal dari Indonesia.
Dalam hal ini, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian aktif menumbuhkan pelaku usaha rintisan digital (startup) di Indonesia. Upaya ini merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan target penciptaan wirausaha industri baru sebanyak 20.000 orang pada tahun 2019.
Misalnya, Kemenperin menyelenggarakan Making Indonesia 4.0 Startup sebagai sebuah kompetisi inovasi teknologi yang diharapkan mendukung peningkatan daya saing industri kecil dan menengah (IKM) nasional. Agenda ini berlangsung hingga November 2018, dengan berbagai pelaksanaan kegiatan seperti Workshop Cloud Computing yang diikuti sebanyak 100 peserta.
“Program ini juga bertujuan untuk membangun ekosistem inovasi, sehingga sejalan dengan roadmap Making Indonesia 4.0. Kami meyakini generasi milenial Indonesia memiliki banyak potensi di bidang startup,” tutur Airlangga.
Menperin menegaskan, pihaknya semakin rajin meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) guna mendukung pengembangan industri nasional. Sebab, SDM terampil menjadi salah satu kunci penerapan ekonomi digital secara inklusif.
“Banyak program yang sudah kami buat untuk anak muda, misalnya mendorong technopark seperti Apple Academy. Selain itu bekerja sama dengan berbagai perusahaan, seperti NTT Communication serta melibatkan banyak kelompok masyarakat dan new entrepreneur. Ini yang harus kita masifkan ke publik sehingga masyarakat mengetahui peluangnya begitu besar di era digital,” paparnya.
Bahkan, di tengah tren ekonomi digital yang berkembang pesat, pelaku IKM nasional didorong pula untuk memasarkan produknya melalui perdagangan online. Oleh karena itu, Kemenperin menyiapkan platform digital melalui e-Smart IKM. Hingga saat ini, program workshop e-Smart IKM ini telah diikuti lebih dari 4.000 IKM dari 22 provinsi.(red)
Editor : khs
Tinggalkan Balasan