Hamdan Patuan Harahap, Wakil Ketua Umum Partai Repuplik
Oase I News.com – Wakil Ketua Umum Partai Repuplik, Hamdan Patuan Harahap, mengatakan, di era reformasi saat ini, kualitas pelaksanaan demokrasi di Indonesia harusnya terus meningkat.
Namun pada kenyataannya, kata Hamdan, justru Komisioner KPU dan Bawaslu mengkhianati amanah reformasi.
“Mereka Komisioner (KPU dan Bawaslu-red) itu di samping pengkhianat juga telah melakukan kejahatan demokrasi,” tutur Hamdan seperti dilansir dari Jitunews.com dalam keterangannya kepada media, Selasa, 20 Maret 2018.
Hamdan memaparkan, kejahatan demokrasi tersebut dimulai saat rapat Komisioner KPU dan Bawaslu per tanggal 18 Oktober 2017 lalu.
Menurutnya, berdasarkan hasil rapat, saat itu KPU dan Bawaslu mengatur strategi untuk menghabisi parpol tertentu agar tidak dapat menjadi Peserta Pemilu 2019.
Tentang hasil rapat ini, kami mempunyai rekaman sebagai bukti yang dapat diperdengarkan kepada publik, apabila suatu saat nanti diperlukan,” ungkap Hamdan.
Hamdan melanjutkan, atas hal itu, KPU pun memanfaatkan PKPU No 11 thn 2017 sebagai alat kejahatan.
Ia menegaskan bahwa salah satu korban kejahatan KPU dan Bawaslu itu pun adalah Partai Republik.
Seharusnya Partai Republik adalah salah satu partai yang diverifikasi faktual, karena telah lolos penelitian administrasi dan mendapatkan tanda terima berdasarkan pasal 27 ayat 6 berupa TT.HP.KPU.PARPOL. Namun, bagi KPU bukti itu bukan dasar lolos penelitian, sengaja KPU menerapkan pasal 28, tapi anehnya KPU melanggar pasal 29 dan 30, selanjutnya mengeluarkan berita acara hasil penelitian,” terang Hamdan.
Hamdan menyayangkan, Bawaslu yang seharusnya pengawas KPU, justru malah melegalkan’ kejahatan demokrasi yang diperbuat KPU.
Bahkan demi terwujudnya kejahatan demokrasi, Bawaslu pun melakukan persidangan persidangan yang hasil keputusannya bukan objek tata usaha Negara,” terang Hamdan.
Lebih jauh, kata Hamdan, dengan fakta-fakta kejahatan di atas, maka secara hukum administrasi atau tata usaha negara berdampak luas, bukan hanya Partai Republik yang menjadi korban, namun 15 Parpol peserta pemilu yang ditetapkan cacat hukum karena faktanya salah satu parpol di sana proses pendaftaran, verifikasi penelitiannya, telah melanggar tahapan, program jadwal penyelenggaraan Pemilu 2019 yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan PKPU No 11 thn 2017.
Oleh karena itu, sambung Hamdan, Pemilu atau setidaknya jadwal pelaksanaan pemilu terancam batal.Atas dasar itulah Partai Republik pun menempuh jalur hukum.
“Kami pun telah mengadakan gugatan ke PTUN Jakarta. Persidangan pertamanya sendiri akan diadakan Kamis (22/3) mendatang jam 08.30 WIB di Sentra Primer, Jakarta Timur. Kita yakin hakim PTUN akan bertindak seadil adiknya, karena alat bukti kami adalah fakta hukum produk PTUN itu sendiri,” tegas Hamdan.
Hamdan menambahkan, meski pihaknya telah menempuh jalur hukum, namun ia menilai, PTUN bukanlah pengadilan kejahatan pidana.
Oleh karena itu, lanjut Hamdan, demi terjagnya demokrasi di Indonesia, maka pihaknya pun ‘menantang’ Komisioner KPU dan Bawaslu dalam sidang PTUN tersebut.
Kami menantang Komisioner KPU dan Bawaslu hadir dalam pengadilan rakyat. Apabila dalam persidangan tuduhan kami tidak terbukti, saya pun siap dituntut pidana,” tegas Hamdan.
“Dan, apabila semua bukti nanti telah diperiksa hakim, termasuk rekaman handphone yang diperdengarkan terbukti benar, maka saya mohon secara ikhlas Komisioner KPU dan Bawaslu mengundurkan diri dari jabatannya masing-masing. Dan, anggota DPR harus bertindak untuk menuntut mereka secara pidana,” tuntas Hamdan. ( Sry.Jn. )
Tinggalkan Balasan