Jatim, OASEINews.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Senin, (17/1) mengajukan banding dalam perkara penganiayaan jurnalis Tempo, Nurhadi. Ketua Umum (Ketum) Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) mewakili insan Pers Nasional, “angkat jempol” yang mengapresiasi komitmen penegakan Hukum dan Keadilan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim), M. Dofir.
“Pada hari Jum’at (14/1) saya mengirim surat kepada Kajati Jatim, berharap agar JPU melakukan upaya hukum banding atau kasasi secara serius dan JPU bersungguh-sungguh melakukan upaya hukum. Kajati menjawab melalui pesan singkat Whatsapp kepada saya, hari Senin (17/1) diputuskan,” kata Hartanto Boechori Ketum PJI kepada Media, Kamis (20/01).
Lanjut Hartanto, Sebelumnya pada Rabu (12/1) Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis 2 Terdakwa Polisi aktif penganiaya jurnalis Nurhadi dengan hukuman 10 bulan penjara, dan membayar restitusi 35 juta rupiah lebih. Terdakwa yang berdinas di Polda Jatim itu terbukti bersalah melanggar Undang-undang Pers pasal 18 ayat (1); menyekap dan menganiaya Nurhadi. Peralatan jurnalistiknya dilucuti dan data di dalamnya dihapus saat korban Nurhadi menjalankan kerja jurnalistik di Surabaya, saat akan meminta konfirmasi mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji yang terlibat kasus suap pajak.
“JPU menuntut dua Terdakwa Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi hukuman masing-masing 1 tahun 6 bulan penjara. Namun, Majelis Hakim memutus 10 bulan penjara, tidak sampai 2/3 tuntutan JPU. Itupun tanpa perintah memasukkan terpidana ke dalam tahanan. Dalam tulisan sebelum ini yang dimuat oleh ratusan Media anggota PJI, saya mengistilahkan vonis hukuman seperti itu, “Vonis Banci” atau “setengah-setengah”. Penilaian saya, Majelis Hakim tidak cukup serius mengadili dan memutus perkara itu,” ungkapnya.
“Terlebih bila informasi yang saya dapat benar bahwa 2 terdakwa oknum Polisi itu berstatus tahanan kota, maka nyaris dipastikan terjadi “Sandiwara Hukum dan Keadilan”. Sampai putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), terpidana tidak menjalani hukuman penjara. Saya tetap berharap info ini salah,” tambahnya.
Majelis Hakim di semua tingkatan peradilan seyogyanya bisa menjadi “alat ukur keadilan” dalam artian sebenar-benarnya. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jatim di minta memutus hukuman berat serta maksimal bagi 2 Terdakwa Polisi aktif itu yang tentunya sangat paham perbuatannya melanggar hukum. Jadi selayaknya menjadi alasan pemberatan bagi Majelis.
“2 oknum Polisi Polda Jatim itu juga melecehkan Kapolri dan Ketua Dewan Pers telah menanda-tangani Nota Kesepahaman yang pada intinya saling menghargai kerja jurnalis dan Polri. Jadi institusi Polri seyogyanya memberi tambahan hukuman administratif yang tegas bagi anggotanya itu.Tak pelak hukuman berat akan menjadi peringatan, penegasan, pelajaran bagi semua pihak agar tidak sembarangan menghalangi kerja jurnalis yang benar.” Pungkasnya (Hb/Van)
Tinggalkan Balasan