Oleh : M. Rizal Fadillah ( Pemerhati Politik dan Kebangsaan )
oase I nesws.com, Bandung-
Masjid Al Lathief Bandung menjadi saksi atas kesepakatan dan pernyataan sikap para pimpinan ormas, da’i, ulama, habaib, cendekiawan dan aktivis da’wah yang hadir dari berbagai daerah se-Jawa Barat untuk melawan Islamophobia. Sebagai skenario global yang dimakan mentah-mentah di tingkat nasional Islamophobia telah merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Disharmoni Pemerintah dengan umat Islam pun terjadi. Keretakan horizontal semakin terasa akibat Pemerintah gagal mencegah kebrutalan kaum Islamophobist.
Islamophobia adalah ketakutan berlebihan terhadap Islam. Suatu yang semestinya tidak terjadi karena Islam adalah agama damai, adil, bersahabat, konstruktif, dan mendorong pada kemajuan. Namun disain Islamophobia menciptakan citra sebaliknya. Aksi-aksi dibuat sebagai proyek pengaburan dari nilai mulia ajaran Islam tersebut.
PBB menyadari akan bahaya ketakutan berlebihan terhadap Islam, karenanya secara aklamasi Sidang Umum PBB menyepakati Resolusi penetapan hari perlawanan terhadap Islamophobia. Resolusi “International Day to Combat Islamophobia” 15 Maret 2022 ini patut disambut gembira khususnya oleh umat Islam baik dengan sikap politik maupun pengaturan hukum lebih lanjut.
Ratusan peserta acara yang berkumpul di Masjid Al Lathief pada tanggal 1 Juni 2022 telah membulatkan tekad untuk mendorong terbitnya “Undang-Undang Anti Islamophobia”.
Paparan para pemateri yaitu KH Athian Ali Da’i, Lc MA, DR. H Ferry Juliantono, H. Abdullah Al Katiri, SH, DR. H. Hadiyanto A Rachim, S. Sos M. I. Kom, dan HM Rizal Fadillah, SH. mengingatkan bahwa Resolusi PBB “to combat Islamophobia” adalah nilai penting sebagai “amanat dunia” untuk lebih menghargai Islam dan umat Islam dimanapun berada.
Menurut ulama sekaligus Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali Da’i Islamophobia telah ada sejak kehidupan para Nabi. Memusuhi Islam menjadi bukti bahwa Iblis itu pandai menipu. Ferry Juliantono Waketum Partai Gerindra dan Sekjen Syarikat Islam (SI) menyatakan RUU Anti Islamophobia harus disiapkan, disosialisasikan, dan didukung oleh berbagai elemen. Strategisnya menjadi inisiatif Dewan.
Ketum Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) Abdullah Al Katiri mengingatkan kewajiban praktisi hukum untuk mendukung penerbitan UU Anti Islamophobia. Serangan kepada umat dan agama saat ini sudah sangat memprihatinkan.
Dosen Universitas Padjadjaran (UNPAD) Hadiyanto A Rachim menyatakan ironi jika kenyataan sosial masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim masih banyak yang takut pada Islam. M Rizal Fadillah, aktivis Muhammadiyah, DTN PA 212, dan penulis buku “Hapuskan Islamophobia” berharap dengan UU Anti Islamophobia umat Islam dapat lebih berkontribusi maksimal bagi kemajuan negeri.
Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Jawa Barat Ustad H. Roinul Balad memimpin pembacaan pernyataan sikap bersama “Melawan Islamophobia” yang pada intinya berisi :
Pertama, Islam tidak betkaitan dengan radikalisme atau terorisme. Isu keji Islamophobia harus dilawan. Kedua, NKRI harus dirawat bersama karena bagi umat NKRI adalah warisan leluhur umat Islam. Ketiga, Islam dan NKRI tidak dalam posisi berhadapan. Keempat, stigmatisasi radikal, intoleran, serta kriminalisasi ulama dan aktivis telah merusak demokrasi. Kelima, seluruh elemen diharapkan mendukung terbentuknya UU Anti Islamophobia demi kebaikan bersama.
UU Anti Islamophobia adalah dukungan nyata kepada Resolusi PBB. Karenanya baik Pemerintah maupun DPR RI seyogyanya tunduk dan patuh pada putusan badan dunia PBB tersebut. UU Anti Islamophobia harus segera diproduk sebagai implementasi dari Resolusi PBB “to combat Islamophobia”.
Ormas, ulama, da’i, habaib, cendekiawan dan aktivis da’wah se Jawa Barat yang berkumpul di Masjid Al Lathief Bandung menyatakan siap untuk gigih berjuang melawan Islamophobia dan mendesak agar UU Anti Islamophobia dapat segera terbit. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin ketenangan dan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jawa Barat SIAP MELAWAN Islamophobia !.(Simon)