Oleh : M. Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Oase I news.com, Bandung-Adanya ketegasan sikap mengenai keberadaan ajaran sesat yang ditetapkan oleh MUI atau Ormas Islam dimaksudkan untuk ketenangan dalam menjalankan kehidupan beragama khususnya di kalangan umat Islam. Bukan soal diskriminasi atau hak asasi tetapi menyangkut usaha menciptakan ketertiban dalam beragama.
Faham yang dapat menimbulkan reaksi dan masalah di kalangan umat Islam sehingga membuat situasi panas yang awalnya duo dan kini adalah “trio sesat” yaitu :
AHMADIYAH
Mengakui bagian dari agama Islam padahal memiliki pandangan yang secara fundamental berbeda. Terutama mengenai kenabian Muhammad yang diyakini bukan Nabi yang terakhir (khataman nabiyyin). Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Lalu ia menyatakan dirinya sebagai Imam Mahdi dan “al Masih al Mau’ud” (al Masih yang dijanjikan). Kitab sucinya di samping Al Qur’an juga kumpulan wahyu “Tadzkirah”. MUI memfatwakan sesat tahun 1980 dan diperkuat tahun 2005.
SYI’AH
Mengklaim Agama Islam tapi dominan Persia. Memiliki perbedaan mendasar yang menyangkut akidah bukan furu’iyah dengan rukun iman dan rukun Islam yang berbeda. Kesucian Imam yang terjamin (ishmah) melebihi Nabi, memusuhi Sahabat dan menistakan istri-istri Nabi, menodai Al Qur’an, memiliki hadits sendiri termasuk ucapan para Imam, anti Arab, nikah kontrak, menyakiti diri “tathbir” dalam peringatan Asyura. MUI secara parsial menyatakan sesat Syi’ah dalam penistaan Sahabat, tahrif Al Qur’an, nikah muth’ah, dan pemaksuman Imam (ishmah). MUI membuat dan mengedarkan buku “Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia”.
BAHA’I
Telah lama ada dan rakyat dikejutkan oleh pengakuan Menag Yaquts baru baru ini ketika mengucapkan selamat Hari Raya kaum Baha’i Naw Ruz 178 EB. Turunan Syi’ah ini lahir di Persia meyakini keberadaan Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Nabi itu adalah Baha’ullah yang tulisannya menjadi kitab suci. Shalat satu waktu, puasa 19 hari, haji ke kuburan Bahaullah di Bahjah Akka Palestina, serta berkiblat ibadah ke arah Gunung Carmel Israel. MUI dalam berbagai pandangannya telah menyatakan sesat Baha’i.
Umat Islam waspada dan resah dengan faham sesat ini. Sayangnya Menteri Agama Yaquts Khalil Qoumas justru gemar memancing kegaduhan dengan tekad dan langkah mensyiarkan ketiga faham ini. Umat Islam tentu kecewa, kesal dan marah. Alih-alih berupaya menjaga stabilitas umat, Menag justru menampilkan peran antagonis dalam mengobrak-abrik perasaan umat.
Segera setelah dilantik menjadi Menag menggantikan Fahrur Rozi, Yaquts langsung tekan gas dan lantang berstatemen akan mengafirmasi hak Ahmadiyah dan Syi’ah. Sontak saja ucapannya telah menimbulkan kritikan tajam di kalangan tokoh-tokoh Islam.
Terakhir Baha’i yang diakui. Yaquts memang dinilai belum pas untuk menjadi Menteri Agama. Trio sesat yang mengganggu umat mestinya bukan disyiarkan apalagi diafirmasi. Ketiganya sensitif dan bisa memancing friksi atau konflik. Kementrian Agama sebaiknya menjadi kementrian yang menyejukkan bukan menjadi kementrian bakar-bakaran. Karenanya waspadai dan eliminasi atau minimalisasi ekspansi faham-faham tersebut.
Melindungi yang kecil bukan dengan memusuhi yang besar. Faham sesat bukan untuk dibesarkan. Menteri Agama itu adalah pengayom bukan provokator atau menjadi tukang kompor.( Simon )
Tinggalkan Balasan