Oase I news.com, Jakarta – Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin ditangkap KPK Jumat lalu(15/10/2021), karena dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa infrastruktur, Dodi merupakan anak Alex Noerdin, mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), melihat fenomena ini sangat miris, HILANGNYA BUDAYA KEJUJURAN, dan SUDAH TIDAK ADA SIFAT MALU lagi UNTUK KORUPSI. Anak dan bapak di satu masa yang sama-sama pemimpin di daerahnya terjerat kasus KORUPSI.______________ Baca Juga : Kades Diperas Hingga Puluhan Juta, Oknum LSM Kena OTT di Pandeglang
Menurut Azmi Syahputra Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Karakteristik praktik korupsi pimpinan daerah sebagai atasan dengan sengaja mengumpulkan pengusaha dan anak buahnya berstatus ASN merancang dan punya keinginan yang sama untuk yaitu KORUPSI, PELAKU itu PEMIMPIN DAERAH atau PEMERAS? Atau mereka ini adalah KUMPULAN PENIPU YANG KENA TIPU?.
“OTT ini menunjukkan bahwa banyak sudah kejadian OTT membuat sebagian pemimpin bangsa ini semakin lupa diri, kejadian OTT bagi pemimpin yang lain belum dijadikan pelajaran, malah seolah berlomba ingin ikut melakukan OTT, seolah OTT jadi tren yang menggairahkan bagi Pejabat,” ujarnya.
Padahal PRAKTIK MINTA FEE dari proyek ini MENUNJUKKAN SIFAT PEMIMPIN MURAHAN, TIDAK ADA INTEGRITAS, MINIM KETELADANAN PEMIMPIN dan sekaligus masih MENUNJUKKAN SISTEM BIROKRASI YANG BURUK, CURANG, PENYIMPANGAN prosedur pun jadi modus pejabat menciptakan ladang KORUPSI.
“Komitmen fee yang ditetapkan dan mendapat uang yang besar nilainya inilah jadi candu yang buat ketagihan sekaligus jalan mudah bagi pejabat yang punya kewenangan, mereka pejabat ini melakukan hal yang bertentangan dengan tujuan diberikan kewenangan tersebut, mereka melalaikan tugas dan kewajiban maka hukuman bagi pejabat yang jual beli jabatan ini semestinya terapkan hukuman mati saja, tidak bisa dibiarkan lagi praktik korupsi ini dalam bentuk apapun kalau bangsa ini mau maju dan membangun peradaban serta mewujudkan tujuan bangsa,” tandasnya.
Karena mencermati sanksi selama ini yang dikenakan aparat penegak hukum bagi para koruptor berupa penjara atau denda maupun perampasan tidak membuat pelaku korupsi jera, Maka dosis sanksinya ditingkatkan menjadi HUKUMAN MATI BAGI PELAKU KORUPSI.
Semakin kekinian sangat terlihat tindakan korupsi ini dilakukan oleh para pemimpin sebagai upaya mengejar dan mempertahankan kekuasaan, memuaskan kekuasaan pribadi atau kelompok tertentu yang pada akhirnya mereka ditenggelamkan atau digulung akibat perilaku yang melampaui batas kekuasaan mereka.
“Mereka para pimpinan ini tidak mau belajar dari kasus- kasus OTT sebelumnya, mereka punya slogan keliru, mumpung masih menjabat jadi harus bisa dapat uang dari jualan kewenangan dengan KORUPSI,” tegasnya.
Inilah perilaku mentalitas sebagian pemimpin dan bawahnya juga yang gak berani mengingatkan atasannya, yang penting asal bapak senang, memilih zona aman dan nyaman, namun begitu ada masalah hukum biasanya mereka ini akan selamatkan diri masing-masing, bahkan antar atasan dan bawahan akan saling bantah membantah bila sudah terkena OTT.
Lebih lanjut Azmi menyatakan perbuatan korupsi itu hanya menambah permasalahan baru dan menciptakan lingkungan kerja terbiasa dengan cara korup.
“Ini juga terjadi karena mereka MENDAPATKAN JABATAN dengan CARA TIDAK BERSIH, sehingga akan membuat motivasi kerja hanya cari uang dengan cara singkat dan mudah yakni KORUPSI, yang pada implementasi akan cendrung dalam aktivitas jabatannya berkhianat terhadap sumpah jabatan dan melukai hak masyarakat serta merugikan negara,” pungkas Azmi Syahputra.(Simon)
Tinggalkan Balasan