Oase I news.com, Jakarta-Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) menilai peraturan menteri ATR/BPN No. 1/1921 tidak akan menyelesaikan masalah kasus Perampasan tanah dan konflik lahan seperti yang diperintahkan oleh Presiden Jokowi sejak dua tahun silam.
Dalam peraturan tersebut tertulis , Kepala Kantor Pertanahan (BPN) akan menarik sertifikat fisik untuk disatukan dalam buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada kantor pertanahan. Seluruh warkah akan dilakukan alih media alias scan dan disimpan pada pangkalan data.
Sekjen FKMTI Agus Muldya Natakusuma mengatakan, reaksi negatif atas peraturan baru BPN tersebut karena pihak kantor pertanahan justru kerap menutup informasi warkah saat terjadi dugaan perampasan tanah. Menurut Agus, seharusnya Menteri ATR/BPN membuat terlebih dulu peraturan yang memudahkan penyelesaian kasus perampasan tanah, yaitu dengan membuka warkah tanpa melalui proses panjang pengadilan.
“Konflik lahan, kasus perampasan tanah akan mudah diselesaikan jika BPN mau membuka warkah, proses awal kepemilikan tanah. Jika sertifikat ditarik, pasti banyak yang menolak. Sertifikat Robert Sudjasmin yang beli lelang dari departemen keuangan tidak balik saat proses balik nama di BPN sampai 30 tahun. Justru tanah tersebut diberikan BPN kepada konglomerat. Ini kan aneh tapi nyata Terjadi,” ujar Agus di sekretariat FKMTI, Jakarta, Jumat (06/02/2021).
Agus mencontohkan, kasus perampasan tanah lainnya seperti yang dialami Rusli Wahyudi, Sri Cahyani di Banten, Samiun, Sukra di Jawa Barat, Nugroho dan SK Budiarjo di Jakarta. Agus menyarankan agar pihak BPN menarik terlebih dahulu sertifikat yang diduga Mal-Administrasi atau sertifikat ganda pada bidang tanah yang sama. Setelah sertifikat “BERMASALAH” tersebut ditarik, BPN harus transparan membuka warkah tanah sebagai dasar terbitnya sertifikat.
“Kalau perlu gelar perkara terbuka ini bisa disiarkan melalui youtube dan medsos lainnya agar bisa disaksikan rakyat banyak. Nanti akan terlihat fakta sebenarnya dimana cacat administrasi nya. Sehingga bisa mencegah oknum BPN bisa menerbitkan sertifikat tanah hasil RAMPASAN. Kalau warkah tanahnya dibuka, maka akan ketahuan persoalannya dan pidananya jelas. Artinya pihak BPN bisa MEMBATALKAN sertifikatmya karena Mal-Administrasi sesuai kewenangan yang dimiliki oleh BPN,” tandas Agus.
Agus kembali menjelaskan bahwa, perampasan tanah bukan terjadi hanya pada lahan milik masyarakat. Tetapi banyak juga lahan milik negara juga dirampas seperti di kawasan Puncak, Bogor Jawa Barat dan di banyak lahan BUMN lainnya.
Agus menyarankan, agar sertifikat elektronik diterapkan pada tanah milik negara dahulu, baru kemudian sertifikat yang diduga ada Mal-Administrasi jika sudah dapat diselesaikan oleh pihak BPN. Tujuannya agar jangan sampai terjadi tanah negara dan tanah milik rakyat yang dikuasai dan dirampas tanah nya oleh para Mafia tanah, dijual kepada perusahaan asing.
“Harus diwaspadai jika tanah yang didapat dari kongkalingkong para Mafia perampas tanah dan jadi aset perusahaan kemudian sahamnya dijual ke perusahaan asing. Sudah Merampas hak rakyat juga menghilangkan kedaulatan bangsa Indonesia,” tegasnya.( Simon )
Tinggalkan Balasan