Saya tak mau terlalu jauh, biar saja sampai sini biar tak terlalu melebar. Sedang konteks ini terkait atas satu peristiwa yang kini ramai. Ada seorang menteri mantan Walikota yang sedang melakukan simbolik interaksi yang terlanjur cinta akan kalangan gelandangan dan kaum papa. Tafsir mengalir dan identitas pencitraan diri individu seakan sedang ber-drama namun dengan objek interpretasi yang bisa jadi bukan tupoksinya. Ini kelas Dinkes bukan kelas mensos.
Namun kisah lama pun akhirnya muncul seiring Bu Menteri sedang bermain (gimmick) di Jakarta, kisahnya di Surabaya ada yang bernama Mamik dan Khusnul adalah dua dari sekian warga tuna wisma di kota Surabaya. Dua orang ini tinggal di kolong jembatan, tapi mereka tak tersentuh oleh program kesejahteraan bu walikota yang sudah dua periode di kota Buaya Jawa Timur (Jatim) tersebut.
Wartawan Republika pernah bertanya apakah Ibu Risma gak pernah datang ke sini?, Mamik pun menjawab tidak pernah, jawabannya spontan ! Tanpa ragu. Jawaban yang sama juga keluar dari mulut Khusnul (gimmick), penghuni Kolong Jalan Tol Waru-Tanjung Perak: “Gak onok mas. Kok ngarepno bantuan. Lak gak nggolek rosokan ya gak mangan (Gak ada mas. Kok mengharapkan bantuan. Kalau nggak cari rongsokan ya nggak makan).
Tony Rosyid pengamat politik dan pemerhati bangsa menuliskan bahwa data bahwa di Surabaya, kota dimana Risma pernah menjadi Walikota dua periode, ada 2.740 tuna wisma (2017). Nah loh. Kini Bu menteri main di Jakarta kelasnya untuk dinsos DKI Jakarta kenapa dimainkan untuk kelas Jakarta.
Menteri kelasnya Nasional ya. Coba terbang saja ke kawsan lain bu… Memang ada publik jadi ramai ketika Risma blusukan dan memburu tuna wisma di Jakarta. Isunya ada target ingin “memukul” Anies sebagai gubernur, tapi kenapa sebagai Mensos begini amat.
Pemerhati politik dan kebangsaan, Rizal Fadillah menulis dengan tajam bahwa kini sebagai Mensos menggantikan Juliari teman separtainya yang menjadi pesakitan kasus korupsi bansos, rupanya karakter Risma sebagai Walikota masih berlanjut. Aktingnya belum berubah. Kegiatan Bu Menteri pertama adalah blusukan ke bantaran Kali Ciliwung. Berdialog dengan pembawa gerobak sampah di atas jembatan dan tuna wisma di kolong jembatan. Juru foto (gimmick) beraksi lalu disebar ke berbagai media.
Aksi blusukan berikut ternyata Risma menemukan gelandangan di Sudirman Thamrin. Banyak yang terkejut sebab selama ini tidak pernah ada gelandangan atau tuna wisma di bilangan Sudirman-Thamrin. Wagub DKI pun mempertanyakan keanehan ini. Kecurigaan mulai muncul, diantaranya publik mengusulkan membuka CCTV di area. Ada rekayasa apa ? Netizen menampilkan foto gelandangan (gimmick) yang memainkan HP dan hand setnya.
Mengalihkan isu korupsi bansos covid-19 yang melibatkan partainya Risma sambil ‘nyenggol’ Anies Baswedan dengan aksi masuk kolong tol dan peduli gelandangan. Sayangnya ‘senggolan’ Risma, senjata makan tuan. Publik meragukan ketulusan Risma. Indonesia tidak hanya Jakarta. Lagian, politik blusukan sudah tidak laku lagi. Rakyat trauma. Tidak mau tertipu untuk kesekian kalinya.
Banyak nama yang disebut di pusaran korupsi bansos covid-19. Ada anak ‘Pak Lurah’. Uji nyali KPK, berani tidak tangkap anak Pak Lurah. Konon juga mengalir untuk calon kepala daerah lain dari PDIP. Partai yang mengklaim paling Pancasila tapi banyak terlibat mega skandal korupsi. Tagar bubarkan PDIP bergema di dunia maya.
Ada penelusuran dan dugaan gelandangan atau PMKS yang ditemui Risma adalah massa PDIP yang berada di area penjualan poster Soekarno. Meskipun yang bersangkutan tidak mengaku, namun dipastikan penelusuran akan berlanjut. Jika terbukti hal ini benar maka bukan saja ini sebagai pecitraan yang dilakukan Risma tetapi juga kebohongan atau penipuan publik. Pemerintah DKI telah memerintahkan Dinsos Pemprov DKI untuk mengejar identitas dari gelandangan yang ditemui Mensos Risma dalam acara blusukannya tersebut.
“Lebih jauh, andai gelandangan itu terbukti buatan, maka apa yang dilakukan Risma bukan juga semata penipuan publik tetapi sudah merupakan perbuatan kriminal. Mengingat disebar melalui media sosial, maka Risma terancam pelanggaran UU ITE yang berkaitan dengan hoax. Serupa dengan kasus Ratna Sarumpaet yang berbohong dirinya telah dianiaya. Ratna divonis pengadilan 2 tahun,” tulis Rizal.
Pencitraan itu sah-sah saja dilakukan oleh politisi, akan tetapi pencitraan dengan memalsukan fakta tidak boleh dibiarkan. Pencitraan palsu itu mempermainkan, membodohi, dan menipu rakyat. (Gimmick) Biar kapok Risma si ibu Mensos rasa Walikota yang “over acting” ini harus diproses secara hukum.
Jika sang seniman Taufan S Chandranegara menulis bahwa sistem tertentu secara semena-mena, akibat tabulasi janji kekuasaan kepada sejumlah niskala kepentingan. Dunia ekosistem, natural memberi pernyataan terbuka, sibaklah mata air maka suburlah tatakelola kehidupan, tak perlu metabolisme sintetis penyubur tanah sebab dunia di pijak telah lengkap berbagai kebutuhan vitamin-mineral, ada, sebagaimana telah tercipta sejak awal-Nya. Hanya memerlukan revolusi kejujuran, tanpa alibi kepentingan strategis, akibat ketakutan pada perut sendiri,” begitu tulis Taufan yang sangat tajam.
Rasanya memang jika demikian Gimmick Lemah Lakon pun Garing sebuah peristiwa tragedi sendiri yang ada. Apa yang ia sebut “ketertiban interaksi” (interaction order) yang meliputi struktur, proses, dan produk interaksi sosial kini bercampur tak jelas.
Dan saya sendiri kini sedang menikmati Kopi Geisha Panama yang nikmatnya sangat memorable tanpa rasa itu pastinya tentu para penegak negara harus lebih sigap lagi bukannya akting (gimmick) yang di kedepan kan karena memang sudah selayaknya pasal Pasal 34 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Dengan demikian, penyelenggaraan kesejahteraan sosial dapat memberikan keadilan sosial bagi warga negara untuk dapat hidup secara layak dan bermartabat. Nah ini hendaknya dijalankan saja jangan banyak di aktingkan. Yuk ah…Ngopi !.
Tinggalkan Balasan