Sebelum PPKM ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang didasarkan pada permohonan dari Pemerintah Daerah yang bersandar pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sementara itu dalam upaya Peningkatan Disiplin dan Penegakan Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pemerintah berdasar UU No. 34 Tahun 2004 melibatkan TNI dalam Operasi ini. Ini tentu atas pengetahuan DPR RI, karena pelibatan TNI tidak bisa sembarangan, kecuali Polisi tidak sanggup untuk menangani. Terasa PPKM Darurat ini seperti Darurat militer dengan melibatkan Panser-panser dan Barracuda yang ada di lokasi-lokasi penyetopan/kegiatan PPKM.
Jangan sampai “Show of force” ini tidak membangun kepercayaan (trust) masyarakat, karena hanya menunjukkan kuasa supaya warga dibuat takut bukan sadar.
Bisa saja dasar hukum PPKM Darurat ini didasarkan pada Diskresi, sekilas alasan ini benar, tetapi sebenarnya tidak, karena Diskresi adalah kewenangan bebas dari Pemerintah dalam mengambil kebijakan jika hukum yang berlaku tidak cukup untuk memberikan dasar hukum. Dengan demikian, bukan berarti Pemerintah bisa seenaknya menerabas Peraturan Perundang-undangan yang telah ada, tetapi semua harus berpijak pada aturan yang berlaku supaya eksistensi perpanjangan berlakunya PPKM tidak menjadi masalah hukum.
Dampaknya Untuk Masyarakat
Di negara yang berpancasila sejatinya tidak diperbolehkan adanya diskriminasi terhadap suku, agama, ras, antar golongan, maupun politik dan ruang gerak mencari nafkah.
Atas dasar kemanusiaan, jika melakukan suatu tindakan harus mempunyai batas, supaya bisa menerapkan kehidupan yang adil dan beradab. Jadi perlu adanya tenggang rasa/saling hormat dalam hubungan sosial, baik antar pemerintah, invidu maupun kelompok masyarakat.
Dalam suatu komunitas negara ada pemimpin yang harus menjadi teladan, panutan dan menonjolkan kejujuran, karena dengan itu akan memunculkan kepercayaan masyarakat, dan itu modal yang berdampak bisa memobilisasi masyarakat untuk bergandengan tangan membangun bangsa.
Pemikiran masyarakat sangat mudah, karena tanah air ini milik kita bersama, kalau bahagia kita bahagia bersama, bukan yang hanya dekat kekuasaan yang senang (kelompok), sedangkan kebanyakan rakyat susah. Jika itu terjadi, maka masalah yang ada tidak bisa selesai, dan akhirnya mewujudkan keadilan, kesejahteraan rakyat dan kejayaan negeri yang di cita-citakan oleh para pendiri bangsa tidak akan tercapai.
Penyimpangan Pelaksanaan PPKM yang terlihat dari sejumlah sikap arogansi aparat keamanan/Satpol PP dalam menegakkan aturan PPKM Darurat, banyak yang menjadi tontonan masyarakat seperti penganiayaan saat melakukan patroli kepada warga pemilik usaha kecil, seperti warung kopi, pedagang kali lima yang berdagang sampai menyita barang-barang mereka. Dampak ini menjadi kontra produktif yang bisa merugikan pemerintah dan kita semua.
Pada awal-awal pandemi Pemerintah mengeluarkan Keppres No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 yang sampai sekarang belum dicabut. Namun anehnya Pemerintah pada saat yang sama melaksanakan kerumunan dengan diadakan Pilkada serentak tahun 2020, padahal masih dalam keadaan darurat Kesehatan Covid-19, ini juga melakukan resiko yang sama saat Pilkada Serentak diselenggarakan.
PPKM Darurat dari terminologi hukum tidak dikenal dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, UU No. 6 Tahun 2018, yang mengenal karantina dan PSBB, tepatnya menggunakan Karantina Wilayah agar bisa menerapkan aturan tegas dan memiliki payung hukum. Dengan penerapan karantina wilayah, rakyat berhak atas kebutuhan hidup dasar umumnya dan makanan hewan ternak yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
Bahwa dalam Pasal 8 UU 6 Tahun 2018, menegaskan setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya (kebutuhan pakaian, perlengkapan cuci, mandi dan buang air) selama karantina, termasuk hewan peliharaan. ( Simon )
Tinggalkan Balasan