“Presiden Jokowi jangan memindahkan tanggung jawab negara dan pemerintahannya kepada Komisi Nasional (Komnas) HAM. Itu membuat masyarakat kemudian kritis dan menjadi jengkel sama pemerintahan, termasuk juga sama Presiden Jokowi,” kata Prof Azyumardi secara daring dalam forum Profesor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, pada Selasa (15/12/2020).
Lanjut Azyumardi mengatakan bahwa penindakan terhadap para pelanggar HAM merupakan kewenangan pemerintah.
“Mana bisa Komnas HAM menyelesaikan itu, menyelidiki dan meneliti. Akan tetapi, untuk menindaklanjuti, misalnya menindak para pelanggar HAM, itu tidak bisa (Komnas HAM). Itu harus pemerintah,” kata Prof Dr Azyumardi menegaskan.
Dirinya mengatakan bahwa perbedaan isi pidato Presiden Jokowi terkait dengan penembakan di Sigi dan penembakan 6 orang warga negara di Tol Jakarta – Cikampek telah menimbulkan pertanyaan publik mengenai keadilan hukum di Indonesia.
“Itulah yang kemudian menyinggung rasa ketidakadilan itu. Dan itu yang kami harapkan ada perubahan, terima kasih,” kata Azyumardi dalam forum yang membahas riset para profesor LIPI tentang Mewujudkan Harmoni dalam Kebhinekaan: Masalah dan Solusinya tersebut.
Dalam Forum tersebut dihadiri oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Pada sambutannya, Prof Mahfud mengatakan, negara harus menitikberatkan pada hukum dan keadilan dalam menata nilai – nilai yang berbeda yang tidak bisa dikompromikan dan menjadi urusan privasi warga negara masing – masing.
“Karena ini hukum nasional, pelaksanaan harus dipaksakan atau ditegakkan oleh Negara. Anda melanggar maka negara yang turun tangan,” kata Mahfud.
Kalau negara (Presiden) tidak mampu menegakkan keadilan hukum, menurut Mahfud, negara tersebut tinggal menunggu kehancurannya.
“Hancurnya bangsa – bangsa terdahulu itu, ya, karena negara tidak adil. Oleh karena itu, siapa pun pemerintahan, pemerintahan yang dahulu atau pemerintahan sekarang, atau pemerintahan akan datang, sama saja tuntutannya, yaitu menegakkan keadilan kalau keutuhan bangsa dengan segala harmoninya itu ingin dijaga. Kalau enggak, ya, tinggal tunggu waktu,” tandas Mahfud.
Mahfud mengatakan bahwa ada penegakan hukum yang tidak adil sebab hukum dan adil berbeda dalam sudut pandang. Hukum (Presiden), kata Mahfud, menghendaki persamaan kriteria, sedangkan adil itu menghendaki perbedaan penerapan.
“Kalau hukum menyatakan barang siapa membunuh, maka ini ancamannya. Sama kriterianya, itu hukum. Tapi adil itu lebih banyak berbicara ukuran, bagaimana mempertemukan rasionalitas dan tuntutan hati nurani,” pungkas Mahfud. Dikutip dari Republika.co.id Selasa, 15 Desember 2020.
Tinggalkan Balasan