Oase I news., Jakarta- Tim Advokasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) hari ini Selasa, 27 Oktober 2020 mendatangi kantor Komnas HAM di jalan Latuharihary, Menteng Jakarta Pusat dalam rangka pengaduan dan juga sekaligus beraudiensi terkait dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh POLRI.
Dalam konferensi Pers nya, usai diterima pihak Komnas HAM, ketua tim advokasi KAMI, Drs. Abdullah Al Katiri, S.H., M.BA., menyampaikan perihal dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat Kepolisian RI atas penangkapan dan proses hukum para pejuang KAMI diantaranya :
1. Syahganda Nainggolan.
2. Moh. Jumhur Hidayat.
3. Anton Permana.
Dijelaskan oleh ketua tim Advokasi KAMI, Al Katiri SH. bahwa pengaduan KAMI itu khususnya tentang penangkapan, cara-cara penangkapan dan juga penahanannya.
Dipaparkan olehnya pasal-pasal sebagai landasan hukumnya diantaranya :
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. “Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”. Kemudian, lanjutnya, pasal 31, Tempat kejadian siapapun tidak boleh diganggu.
“Kemudian ayat 1 pasal 31 Undang-Undang yang sama : Menginjak atau memasuki suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang-undang”, tandasnya.
Al Katiri menambahkan, pasal 32 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pasal 34 Undang-undang (no) 39 : Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang”, tegas Al Katiri.
“Ini kan bukan teroris, dan ini bukan narkoba, jadi ini hanya hoaks yang mana dikatakan masalah kebohongan, ujaran kebencian, tapi disikapi seperti menangkap teroris,
“, ujarnya.
Al Katiri mencontohkan rumahnya pak Anton Permana itu pagarnya tinggi dinaikin, kemudian kabel CCTV dipotong.
“Sekarang kalau wajar ngapain potong (kabel) CCTV ?,” tanya Al Katiri.
Lanjutnya, pak Jumhur juga demikian, dalam keadaan sakit, baru operasi, pak Syahganda juga demikian, bagaimana orang ditangkap jam 4 pagi tanggal 13, Sprindik keluar pada tanggal yang sama ?, 4 jam atau 3 jam, padahal harus ada dua alat bukti. Bagaimana bisa dapatkan dua alat bukti dalam waktu 2, 3 jam ?, dan malam hari ketika kami tanyakan, salah satunya adalah keterangan ahli, ahli siapa yang dihadirkan tengah malam ?.
Al Katiri juga menyinggung Gus Nur yang ditangkap tanpa ada surat panggilan lebih dulu.
“Hal-hal itu yang menurut kami merupakan pelanggaran HAM,” kata Al Katiri.
Menurut Al Katiri secara umum KAMI menyatakan sikap dan selain pengaduan juga beraudiensi dengan pihak Komnas HAM terkait dugaan-dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan pihak POLRI. Saat ditanyakan bagaimana respon Komnas HAM terkait pengaduan ini dijawab mereka akan tindaklanjuti.
Bahwa mengingat Pasal 75 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tujuan Komnas HAM untuk :
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan;
Maka Komnas HAM RI wajib hadir untuk menjamin terwujudnya penyelanggaraan HAM oleh aparat negara sebagaimana telah diatur secara yuridis dan mengikat secara hukum positif di Indonesia.
Ada 100 lawyer yang tergabung dalam Tim Advokasi KAMI ini diantaranya : Muhammad Syamsir Jalil, S.H., M.H., Dedek Gunawan, S.H., M.H. Ir. Burhanudin, S.H., Muhammad Fahri, S.H., Ismail,SH, MH., Daniel Haddar, SH., Ridwan Drahman SH., Mahmud SH dan lainnya.(Simon)
Tinggalkan Balasan