SERANG-Penyidik Direktorat Jendral Pajak (DJP) Provinsi Banten, membongkar kasus penggelepan pajak senilai Rp19,6 miliar, yang dilakukan oleh, tersangka DP alias AK (72) selaku Komisaris PT. SEP yang beralamat di Kabupaten Tangerang, Banten. Akibat penggelapan pajak tersebut, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 19,6 miliar.
Penyidik Kanwil DJP Banten, Sigit Haryoko menyampaikan, modus penggelapan pajak yang dilakukan pelaku DP alias AK, pada kurun waktu 2012 hingga 2013 pelaku menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, dan menggunakanya dengan maksud mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar oleh pengguna faktur pajak fiktif tersebut.
“Faktur pajak fiktif tersebut selanjutnya dijual kepada pengusaha kena pajak (PKP). Tujuan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar oleh pengguna faktur fiktif.Nilai kerugian negara yang diakibatkan dari perbuatan tersangka tersebut diperkirakan sebesar Rp19,6 miliar,” ungkap Sigit, yang disampaikan dalam konferensi pers yang di Kantor DJP Banten, Rabu (11/11).
Dikatakan Sigit, pelaku AK berikut barang bukti berupa faktur pajak fiktif, SPT masa PPN dan identitas pelaku, pada 9 november 2015 kemarin telah diserahkan DJP ke Kejaksaan Negeri Tigaraksa untuk dilakukan proses hukum lebih lanjut.
Sementara untuk pelaku AK alias DP tidak dilakukan penahanan karena masalah kesehatan, dan hanya menjadi tahanan kota. Selain tersangka DP alias AK selaku komisaris PT. SEP yang beralamat di Kabupaten Tangerang, Banten. Terkait kasus penggelapan pajak tersebut penydik DJP Banten bersama penydik DJP Jakarta Selatan menetapkan dua pelaku lainya sebagai DPO, salah satunya adalah Dirut PT. SEP dan pelaku lain dari PT. v yang identitasnya dirahasiakan.
Kepala Kanwil DJP Banten Catur Rini Widosari menjelaskan bahwa pihaknya telah meyerahkan tersangka DP alias AK ke Kejaksaan Negeri Tigaraksa. Penyerahan dilakukan sejak tanggal 9 Novmeber 2015 lalu. “Kita sudah serahkan ke kejaksaan. Sebelumnya PT SEP ini masuk di KPP Tigaraksa, tapi sekarang masuk ke KPP Cikupa,” ujarnya.
Direktur Intelejen dan Penyidikan DJP Banten Yuli Kristiyono membenarkan bahwa sepak terjang tersangka sudah berjalan lama. Sindikat ini telah banyak menerbitkan faktur fiktif di Jakarta Selatan, Tangerang dan Medan. Dimana faktur fiktif ini diperjual belikan. Penyelidikan terhadap kasus ini kata dia, dimulai sejak 2014. Sementara, untuk direktur perusahaan yang sama yang beralamat di Medan masih dalam daftar pencarian orang (DPO). “Dia masih keponakan tersangka. Jadi sindikat masih dijalankan oleh plaku yang masih adahubungan keluarga,” paparnya.
Akibat aksinya, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp19,6 miliar. Dari nilai kerugian negara ini, ia menaksir, nilai transaksi dari penggelapan pajak mencapai total Rp195 miliar. “Kalau tersangka ini benar-benar hanya menerbitkan faktur fiktif tanpa ada transaksi apa-apa. Format faktur meniru dari yang sudah ada,” jelasnya.
Asisten Pidana Khusus (Aspidus) Kejati Banten Arifin Hamid mengakui bahwa tidak mudah mengungkap sindikat penggelapan pajak. Ia mengapresiasi kinerja penyidik DJP Banten yang telah mengungkap kasus ini. “Kerugian negara nya kan ini cukup besar. Kalau masuk APBD Banten kan luar biasa. Yang pasti pihak kejaksaan mendukung sepenuhnya langkah pengungkapan kasus ini,” ujarnya.
Akibat aksinya, tersangka diancam dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Perpaajakan dan Tindak Pidana Perpajakan KUH Pidana. Plaku dapat diancam dengan hukuman 2 hingga 6 tahun penjara
Tinggalkan Balasan