Walau Indonesia Sebagai Produsen Teh Peringkat 7 Dunia, Tapi Daya Serapnya Rendah Sekali

Catatan Pengamat Industri Teh

Jakarta – Oase INews.com – Pagi-pagi saya menyeruput teh hijau pandan pemberian dari seorang teman…nikmatnya tiada tara.

Tiba-tiba mendapat WA dari teman lama berupa tulisan berita dari salah satu media online… dengan berita ada salah satu perkebunan teh mengajak warga sekitar untuk kerjasama kelola kebun.

Berita ini sangat menarik, karna saya pernah ikut mencanangkan dan mempresentasikan program yang serupa sekitar 8 tahun yang lalu, yaitu bagaimana upaya agar sila ke 5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dapat terwujud.

Kesejahteraan petani teh di Indonesia.

Sebanarnya para petani teh di Indonesia, kerap kali menghadapi permasalahan pelik yang cukup lama.

Beberapa faktor yang merupakan permasalahan yang sering di hadapai oleh para petani antara lain, cakupan lahan yang minim, cost of production yang tinggi, harga jual pucuk yang rendah, rantai distribusi perdagangan pucuk yang panjang, dan beberapa permasalahan lainnya yang tidak dapat ditulis dan dijabarkan satu persatu.

Faktor-faktor tersebut diatas, sangat berdampak pada penghasilan petani teh.

Mengapa begitu? Karna tidak adanya added value yang di terima oleh mereka, bahkan pada faktanya mereka hampir dapat dipastikan cenderung merugi.

Hanya dengan memberikan added value, maka suatu produk dapat memberikan keuntungan yang kebih besar.

Namun, Untuk mendapatkan added value bagi petani teh dapat dikatakan merupakan hal yang “impossible”.

Ini dikarenakan added value hanya bisa di dapat bila petani memiliki pabrik pengolahan teh sendiri.

Sedangkan untuk dapat memiliki pabrik pengolahan teh sendiri, mereka harus masuk dalam perhitungan business atau skala ekonomi.

Dengan keadaan lahan yang sangat terbatas tersebut, maka tidaklah mungkin seorang petani teh dapat memiliki pabrik pengolahan teh sendiri, dan bilamana situasinya seperti itu maka added value jelas tidak mungkin didapat.

Akhirnya dengan situasi kondisi seperti itu dan untuk mendapatkan sirkulasi cash flow yang memadai, akhirnya si petani lebih memilih menjual pucuk daun teh nya ke pengepul yang memiliki pabrik pengolahan teh.

Jadi yang mendapatkan added value adalah si pengepul yang memiliki pabrik pengolahan teh.

Yang saya maksud dengan pabrik pengolahan teh yang dimiliki oleh pengepul pucuk adalah pabrik pengolahan teh hijau yang biasa di kenal dengan teh rakyat atau unsorted green tea.

Dari pengepul teh hijau rakyat inilah para pemilik merek teh wangi di Jawa Tengah mendapatkan suplainya.

Menurut pendapat saya, agar para petani bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik dan lebih memadai, maka meningkatan konsumsi teh nasional dapat menjadi salah satu tahapan solusi yang ideal.

Konsumsi Teh Nasional

Indonesia sebagai produsen teh peringkat 7 dunia, ternyata merupakan negara yang konsumsi tehnya cukup rendah berkisar 350 gram per kapita per anum.

Sedangkan dibandingkan dengan negara produsen lainnya seperti India dan China yang konsumsi per kapitanya berkisar antara 800 gram – 1.000 gram per anum, jelas dengan penjabaran fakta tersebut bisa dibilang Indonesia konsumsi tehnya rendah.

Bilamana kita memilah pasar atau peta konsumsi teh nasional, ternyata ada hal yang menarik, yaitu hampir semua konsumen teh di luar pulau Jawa rata-rata adalah peminum teh hitam, yang memberikan kepekatan warna dan rasa sepet teh hitam yang khas.

Sedangkan untuk di pulau Jawa sendiri yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat Jawa, lebih memilih minum teh hijau wangi melati, mereka lebih mengarah kepada wangi melati bercampur aroma “caramel”, warna air yang kurang pekat.

Hal tersebut menjadi suatu yang sangat menarik dan unik. Budaya dan kondisi yang membuat masyarakat terbiasa mengkonsumsi 2 jenis teh yg berbeda menjadikan Indonesia merupakan pasar yang unik dan menantang bagi industri teh hilir.

Meskipun dapat dikatakan bahwa, masyarakat kita banyak meminum teh, tetapi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia belum dapat dikatakan sebagai masyarakat peminum teh.

Kebanyakan dari kita baru minum air berwarna teh. Jadi kalau mau di buat suatu tingkatan konsumsi, masih dalam tingkat awal atau pemula.

Kalau dibuat tingkatan konsumsi teh Indonesia, dapat dibagi dg 4 tingkatan yang sering saya pakai yaitu:
1. awal atau pemula yang tidak menyukai teh kental
2. Peminum teh yang sangat menyukai minuman teh kental
3. Penikmat teh yang minum dg standard yang benar
4. Pecinta Teh

Ditulis Oleh : Andrew Thobias Supit

Readaksi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *