Untungnya dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Walikota Tanjung Balai M. Syahrial ini, KPK langsung bekerja cepat. Bersama Propam Polri, KPK menangkap penyidik berinisial AKP SR yang diduga melakukan pemerasan tersebut. Dalam kasus ini IPW menekankan kPK tidak sekadar memastikan proses hukum terhadap penyidik yang melakukan pemerasan yang berasal dari Polri yang diduga memeras itu. Lebih dari itu hukuman mati harus diarahkan kepada pelakunya, mengingat yang bersangkutan sudah merusak kepercayaan publik kepada lembaga KPK.
IPW berharap, dalam kasus ini KPK tidak sekadar memegang prinsip zero tolerance terhadap personilnya yang BRENGSEK. Lebih dari itu, kasus ini perlu menjadi pelajaran bagi para pimpinan maupun Dewas KPK untuk mengevaluasi sistem rekrutmen personilnya, terutama rekrutmen untuk para penyidik. Tujuannya agar “citra seram” KPK tidak digunakan untuk menakut-nakuti dan memeras para pejabat di daerah maupun di pusat.
Jika selama ini para terduga korupsi atau tersangka dikenakan rompi oranye dan dipajang KPK di depan media massa, IPW mendesak terduga pemerasan terhadap Walikota Tanjungbalai itu juga harus dikenakan rompi oranye dan dipajang di depan media massa. Agar publik tahu persis penyidik KPK yang diduga menjadi pemeras tersebut.
Kejahatan yang diduga dilakukan oleh penyidik KPK tersebut jelas lebih berat dari Korupsi yang dilakukan para koruptor. Sebab dia sudah MERUNTUHKAN harapan publik pada KPK. Jika para elit KPK dengan meyakinkan bahwa mereka tidak akan menolerir penyimpangan dan memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu, IPW juga berharap KPK jangan menyembunyikan dan melindungi penyidiknya yang diduga melakukan pemerasan. Sehingga tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak memakaikan Rompi Oranye kepada pelaku dan memajangnya di depan media massa.
Demikian siaran Pers yang diterima dari Neta S Pane
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) pada Rabu (21/04/2021) malam.
Tinggalkan Balasan