*Premanisme Marak di Jiwasraya, Alumni Lemhannas Minta Presiden Jokowi Menertibkan Para Pelaku*
Jakarta – Presiden Joko Widodo baru-baru ini memerintahkan Kapolri untuk membereskan para pelaku premanisme di Pelabuhan Tanjung Priuk [1]. Perintah orang nomor 1 di Indonesia itu dikeluarkan setelah menerima pengaduan para sopir truk yang mengaku sering di-pungli oleh para oknum preman di pelabuhan tersebut.
Tidak menunggu lama, puluhan preman di lokasi yang dikeluhkan itu langsung diciduk dan diamankan oleh Jenderal Sigit Prabowo beserta jajarannya [2]. Tidak hanya di Tanjung Priuk, perintah membereskan mereka yang dianggap preman dan meresahkan masyarakat di seluruh penjuru tanah air pun dilaksanakan dengan tegas dan segera. Setiap Mapolda, Mapolres/Mapolresta, hingga Polsek-polsek seakan berlomba melakukan penangkapan terhadap warga yang dicap preman di wilayah hukumnya masing-masing [3].
Menanggapi gerak cepat Presiden Jokowi bersama aparat keamanan dalam merespon laporan para sopir truk terkait premanisme tersebut, Wilson Lalengke mengaku sangat mengapresiasi apa yang dilakukan Presiden dan Polri. “Saya sangat mengapresiasi respon cepat Presiden Jokowi atas keluhan para sopir di Pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta Utara itu. Polri yang dengan cekatan melaksanakan perintah Presiden juga sangat bagus. Sudah semestinya begitu, agar rakyat merasa aman, nyaman, dan tidak terganggu dalam segala aktivitasnya,” ungkap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini kepada media, Selasa, 15 Juni 2021.
Namun begitu, tambah pria yang sehari-hari menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) ini, dirinya sangat prihatin karena Presiden Joko Widodo terkesan abai dalam melihat banyaknya pelaku premanisme di dekatnya. “Premanisme itu identik dengan pelaku pungutan liar atau pungli, tukang peras, tukang palak, tukang rampok, dan sejenisnya [4]. Seperti yang di Tanjung Priuk itu, mereka disebut pelaku premanisme karena melakukan pungutan liar, memeras dan memalak para sopir. Jika sopir tidak setor uang, mereka dihambat dalam melakukan aktivitas keluar-masuk ke pelabuhan,” beber tokoh pers nasional yang mengikuti Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) ke-48 Lemhannas RI dari tanggal 20 Maret hingga 13 Desember 2012 itu.
Perilaku tukang pungli, tukang peras dan memalak orang lain, kata Lalengke, juga marak terjadi di lingkungan yang dekat dengan istana, seperti antara lain di BUMN-BUMN. “Nah, justru para preman di institusi dan lembaga itu yang jauh super parah dari yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priuk. Sebagai contoh, pungli dan pemalakan dalam bentuk pemotongan dana nasabah yang melanggar aturan hukum yang dilakukan oleh para pengelola BUMN PT. Asuransi Jiwasraya, yang mencapai triliunan. Itu adalah kejahatan premanisme yang luar biasa [5]. Apakah Presiden tidak mendengar dan melihat jeritan dari jutaan nasabah yang dipalak oleh para oknum pengelola perusahaan plat merah itu?” tutur lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, England, tahun 2006 itu dengan nada prihatin.
Presiden Jokowi mendapat banyak dukungan dan simpati rakyat atas respon cepatnya soal premanisme di Pelabuhan Tanjung Priuk yang kemudian merambah ke hampir seluruh pelosok tanah air. Oleh karena itu, sudah semestinya Presiden Jokowi yang merupakan presiden para sopir truk dan nasabah asuransi Jiwasraya, mengeluarkan perintah agar perilaku pungli dan pemalakan terhadap nasabah Jiwasraya oleh oknum manajemen PT. Asuransi Jiwasraya, Tbk., dihentikan segera dan seluruh pelaku diproses secara hukum, sama seperti para preman di Tanjung Priuk itu.
“Saya meminta kepada Presiden Joko Widodo agar bersikap adil dalam memperlakukan warga, tidak diskriminatif dalam mengambil kebijakan yang menyangkut rakyatnya, termasuk dalam menerapkan aturan hukum, tidak boleh menggunakan standar ganda. Premanisme di lingkaran Presiden juga harus dibabat habis. Ada 5,3 juta nasabah Jiwasraya yang adalah juga rakyat Indonesia yang terzolimi, dipotong dana mereka secara paksa, liar, dan kasar, dengan dalih untuk penyelamatan perusahaan asuransi milik negara tersebut [6]. Aturan dari mana itu, nasabah harus menanggung kerugian perusahaan asuransi akibat kegagalan manajemen dan perilaku koruptif pengelolanya?” ujar Lalengke yang mengaku sedih karena puluhan anggotanya juga jadi korban perilaku premanisme pengelola Asuransi Jiwasraya yang salah urus itu. (WD )
Tinggalkan Balasan