Komoditi Teh Nasional dari Sudut Pandang Pengalaman Seorang Pengusaha Teh Indonesia

Jakarta – Oase INews.com – Untuk kalangan masyarakat di Indonesia Teh merupakan salah satu minuman yang sangat populer. Bahkan hampir sebagian besar masyarakat di Indonesia pernah menikmati minuman teh.

Teh Juga merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional bahkan di kancah perdagangan internasional.

Salah satu pakar teh di Indonesia yang ranahnya sampai dunia internasional tersebutlah satu nama  yaitu  Andrews Thobias Supit dari sekian banyaknya pakar teh yang berskala Internasional.

Untuk mengupas komoditi teh nasional Oase Indonesia News sempat mewawancarai Meminta pendapatnya Andrews mengenai perihal komoditi teh tersebut dari sudut pandang Maestro Teh Nasional ini.

Dan berikut ini adalah ulasan hasil tulisan Andrews mengenai cerita pengalamannya selama ini dalam kancah komoditi Teh Nasional:

Suatu hari saya (red- Andrews) sedang duduk-duduk santai dan ngobrol ringan sambil ngeteh dengan teman saya, sebut saja Hari.
Entah bagaimana, mungkin karena sambil ngeteh, saya bercerita sedikit pengalaman saya di industri teh nasional dan international. Tiba-tiba Hari nyeletuk, “Bro… kamu harus nulis bro. Tulisan mengenai industri teh Indonesia”.

Saya menjawab kalau hal tersebut sudah banyak ditulis oleh para senior, apalagi saya tidak pernah menulis teori mengenai teh walau memiliki beberapa pengalaman dibidang teh .

“Betul bro… tapi yang tulis bukan pelaku usaha seperti kamu. jelas kamu ada passion. Coba lah… gak ada salahnya nyoba. Ya kan?” kata Hari.

Sebenarnya tidak hanya Hari yang mendorong saya (red- Andrews) untuk menulis mengenai industri teh Indonesia. Ada beberapa teman lain juga pernah mengusulkan saya untuk mulai menulis.

Setelah saya pertimbangkan, saya memberanikan diri untuk memulai menulis artikel pertama saya. Meskipun saya tahu, para Senior writters, sudah banyak mengulas mengenai pertehan nasional, tapi belum saya temui seorang penulis nasional yang memfokuskan diri untuk menulis mengenai industri teh nasional secara konsisten.

Oleh sebab itu, perkenankankah saya mencoba membagi pengalaman saya dengan cara saya kepada para pembaca dan kaum muda Indonesia agar memiliki wawasan dan dapat mencintai industri teh ini. Sekiranya, para Senior saya di industri teh ini berkenan mendukung ulasan saya demi pengetahuan generasi selanjutnya.

Perlu di garis bawahi bahwa, ulasan yang akan saya tuliskan ini, berdasarkan pengalaman saya dan informasi yang saya dapati hingga 4 tahun yang lalu. Oleh karena itu, bila ada informasi yang kemungkinan belum up to date, saya mohon maaf sebelumnya, dan mohon untuk di koreksi atau dilengkapi.

Apa yang kita ketahui mengenai teh Indonesia?

Sekitar 20 tahun lebih saya berkecimpung di dunia pertehan nasional & internasional, dimana saya di didik oleh seorang legenda teh hitam nasional. Dari beliaulah saya mengerti sedikit banyak tentang teh Indonesia dan “demand” teh hitam dari luar.

Sebagai negara produsen teh nomer 7 dunia, industri teh Indonesia dapat dikatakan mengalami pertumbuhan yang stagnan bahkan cenderung turun di bagian hulu, meskipun dibagian hilir sangat berkembang dengan adanya merek-merek teh baru khususnya di segmen minuman dalam kemasan atau RTD (READY TO DRINK).

Indonesia memproduksi teh kering, istilah kami, sebanyak +/- 120.000 ton pertahun termasuk teh hijau. 70% produksi teh nasional di produksi di daerah Jawa Barat, dan sisanya di Sumatra, dan Jawa Timur. Informasi terakhir yang saya terima, Bali juga sudah memproduksi teh.
Sekitar 70% produksi teh hitam nasional, diproduksi oleh perusahaan perkebunan negara (BUMN) yang banyak di beli untuk pasar ekspor.
Sedangkan, untuk konsumsi pasar lokal, lebih banyak banyak menggunakan off grade untuk teh aur karna murah.

Peta Produsen Teh Nasional

Seperti yang saya sampaikan diatas produsen teh nasional terbesar adalah PBMN (perkebunan besar milik negara), PBS (perkebunan besar swasta), Petani.

PBMN memegang peranan penting sebagai barometer teh hitam Indonesia di kancah internasional. Mengapa? Karna mekanisme penjualan hasil dari PBMN ini dilakukan melalui mekanisme lelang dengan tujuan export. Hasil produksi teh hitam PBMN menjadi tolak ukur untuk kualitas dan harga jual teh hitam Indonesia untuk pasar internasional dan lokal.

Sedangkan untuk PBS, lebih banyak memproduksi untuk merek sendiri atau memproduksi teh hijau keringan (unsorted) yang banyak di jual ke pabrik di Jawa Tengah yang kemudian di olah menjadi teh wangi melati.
PBS yg tidak kuat secara finasial atau kurang inovatif/creative, akan sulit bersaing, yang akhirnya merugi dan tutup.

Petani teh Indonesia, hampir semuanya hanya memproduksi daun teh basah saja. Hanya petani teh hijau dengan skala menengah yang memiliki pabrik pengolahan teh hijau, atau pengepul yang memiliki pabrik olahan teh hijau yang membeli pucuk teh rakyat dengan harga kisaran Rp. 2.000.- – Rp. 2.500 -/kg basah.

Bagian ini sangat menarik untuk di ulas lebih lanjut pada tulisan berikutnya.

Bersambung…

Penulis : Andrews Thobias Supit 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *