Oleh : M. Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Oase I news.com, Bandung- Tentu jawabannya bukan karena sekedar bahwa Megawati adalah seorang Profesor atau banyaknya gelar Doktor Honoris Causa. Alasan sebagai Ketua Umum Partai Politik tentu lebih tidak relevan lagi. Selorohan tak bermutu tambah kacau yaitu bahwa petugas partai yang menjadi Presiden saja diberi predikat jenius oleh seorang Profesor Singapura, apalagi Ketua Partai yang menugaskannya.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dibentuk beradasarkan Perpres No 33 tahun 2021 adalah lembaga otonom yang langsung di bawah Presiden sebagai penggabungan dari empat lembaga riset yaitu Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Penggabungan yang mengarah pada penyatuan komando.
Unik dan janggal lembaga riset bernuansa
komando. Seperti negara komunis saja yang bersifat sentralistik. Sentralisasi terbukti dengan peran politik dominan dari keberadaan Dewan Pengarah. Megawati Soekarnoputeri Ketua Umum PDIP adalah Ketua Dewan Pengarah yang berdasarkan Perpres 78 tahun 2021 memiliki kekuasaan sangat besar. Mengevaluasi, memberi persetujuan, merekomendasi, membentuk Satgas Khusus.
Mengapa Megawati menjadi Ketua Dewan Pengarah ?
Pertama, negara ini bergerak menuju atau telah mempraktekkan model demokrasi terpimpin. Sarwa arahan. Dewan Pengarah jika tak terkendali dapat menjadi semacam Komite Sentral. Penentu kebijakan di bawah simbol Presiden.
Kedua, berporos pada Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) yang Ketua Dewan Pengarahnya juga Megawati, maka ideologisasi di semua bidang termasuk riset dijalankan masif. Pancasila yang digenggam Ketua Dewan Pengarah masih bias antara Pancasila 18 Agustus 1945 atau 1 Juni 1945 ?
Ketiga, BRIN strategis untuk berkontribusi dalam menyusun GBHN dengan nomenklatur PPHN ke depan. Dan jika benar PPHN adalah gabungan antara GBHN Orde Baru dan PNSB atau Manipol/Usdek Orde Lama, maka menjadi ancaman serius bagi semangat Reformasi bangsa dan negara.
Keempat, Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN melengkapi kekuasaan untuk mewujudkan asas Neo Demokrasi Terpimpin melalui satu kesatuan paket strategis BPIP, RUU HIP, BRIN dan PPHN. Sementara Istana berkutat memperkuat cengkeraman oligarkhi dalam mendukung arah dari perwujudan Neo Demokrasi Terpimpin tersebut.
Untuk membantah praktek Neo Demokrasi Terpimpin tersebut baiknya Megawati mundur atau tidak melanjutkan jabatan sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP khususnya pada lembaga riset BRIN karena jangan-jangan justru sebenarnya Ketua Dewan Pengarah lah yang menjadi obyek arahan dari atasan kedua lembaga kontroversial tersebut, yaitu Bapak Presiden sang pembuat Peraturan Presiden.(Simon)
Tinggalkan Balasan