DILEMA PENGGUNA MEDSOS

Oleh: Dr. H. Hery Kustanto, MM (Praktisi Media Nasional)

 

 

Oase I news.com, Kota Tangerang Selatan –  Berapa banyak grup wa yang kita punya? Pasti lebih dari satu. Bahkan ada yang punya grup wa mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Belum lagi ditambah grup wa komunitas masjid, olahraga, dll. Masing-masing kita bisa disebut pengguna medsos aktif.

Ada banyak manfaat sekaligus mudharat menggunakan medsos. Seperti halnya perkara lain. Selalu ada sisi positif dan negatif. Tentu saja penggunanya yang pegang peran. The man behind the gun (orang yang membawa senjata). Jadi secanggih canggihnya teknologi, peran manusia selalu menjadi kuncinya.

Pengguna medsos banyak yang tidak menyadari. Bila memakai grup wa atau facebook atau yang lainnya, jejak digital kita tertinggal dan tersimpan. Artinya media digital memiliki data kita, profil kita. Termasuk hobi kita. Apa pilihan politik kita. Figur orang yang disukai. Kok bisa? Karena media digital punya data apa-apa saja yang sering kita browsing dan download, komen serta like atau dislike.

Dampaknya big data medsos kita akan dipenuhi informasi berkisar hal-hal yang sering kita senangi itu. Hal yang tidak pernah kita browsing alias kita tidak sukai tidak akan mampir ke medsos kita. Contohnya bila kita sering mencari berita kriminal maka medsos kita akan didatangi berita-berita berbagai kejahatan dari mana mana. Demikian juga bila kita suka berita politik. Makanya dengan mudah dapat dilacak apakah sesesorang itu pro pemerintah atau kontra bila dia pengguna aktif medsos. Media digital punya data apa yang disukai dan tidak disukai oleh seseorang.

Contoh sederhana di grup wa. Orang cenderung berkelompok dengan mereka yang minat dan seleranya sejenis kalau tidak bisa dibilang sama. Maka sering kita temukan ada orang yang ijin left dari grup wa setelah ada polemik atau diskusi politik atau soal agama. Yang left biasanya merasa tidak nyaman lagi berada di grup wa, merasa tidak sehaluan lagi. Salahkah? Tidak ada yang salah karena berada di grup wa syaratnya cuma kerelaan.

Namun mudah ditebak oleh anggota grup lainnya bahwa anggota yang left tidak cukup kuat berbeda pendapat dengan orang lain. Apakah berarti yang lain yang tidak left orang yang kuat, besar hatinya untuk beda pendapat? Belum tentu juga. Bisa jadi sudah merasa tidak nyaman juga tapi ditahan tahan tidak left agar tidak membuat tanda tanya buat teman lain di grup wa.

Rambut kepala bisa sama hitam tapi isi kepala pasti berbeda. Soalnya bukan pada perbedaan. Soalnya pada cara menyikapi bila berbeda. Di titik ini penting kata dewasa. Sering kita melihat kalimat bagus. Menua itu pasti tapi menjadi dewasa itu pilihan. Kalimat ini menyindir sekali : Jangan sampai umur menua tapi tidak menambah kedewasaan.

Medsos menjebak kita tanpa sadar dalam kelompok : KAMI atau MEREKA. Kami berarti teman. Mereka berarti bukan teman (kalau tidak mau disebut musuh).  Big data memanjakan pengguna medsos dengan membagi data dan informasi yang senada dengan aspirasi KAMI. Karenanya medsos KAMI semakin solid dengan dukungan tentu saja dari aspirasi yang senada. Demikian juga kelompok medsosnya MEREKA juga sama solid dan kompak. Masing-masing kelompok merasa memiliki banyak dukungan. Yang lucu dan aneh tapi terjadi. Menyerang argumentasi kelompok lain tetapi sharenya di grup wa kelompok sendiri.

Anggota grup wa KAMI share tulisan menyerang keburukan tokoh yang disukai grup wa MEREKA tapi share di grup wa KAMI. Gak nyambung kan? Jelas tidak bisa dibaca oleh grup wa MEREKA. Demikian juga sebaliknya. Berani beda dan berargumentasi dengan sehat tidak terjadi. Yang ada masing-masing merasa benar. Unfair play bukan fair play. Tanpa sadar kita lalui percakapan di grup wa kita seperti itu.

Sekali kita masuk dalam medsos atau grup wa harus siap dengan risiko : nyaman dan tidak nyaman. Paket komplitnya begitu. Bila inginnya nyaman saja maka stop aktif di medsos. Tapi risikonya tetap ada. Ketinggalan berita dan informasi. Bisa jadi kita tidak nyambung dengan kehidupan kekinian. Mau? Hidup masa kini tapi cara hidup masa lalu? Sedikit yang mau tapi banyak yang tidak mau.

Kita barangkali lebih memilih terus mendewasakan diri sendiri. Bukan sekedar pandai tapi harus pandai pandai. Medsos harus diakali untuk peningkatan kualitas hidup kita. Pakai 3 kiat saja. Go Stop Delete. Kalau bermedsos dapat meningkatkan nilai tambah maka kita pilih GO. Namun bila tidak kita pilih STOP. Bila merusak atau menurunkan kualitas hidup kita, kita pilih DELETE.

Bukankah tanda dewasa adalah kepandaian memilih secara independen? Oh ya plus yang tidak kalah penting : besarkan hati, luaskan cakrawala pandangan bahwa yang bisa membuat lampu menyala karena positif dan negatif bersinergi. Dinamika perbedaan yang dikelola. Yang pasti tidak menambah kedewasaan adalah katak dalam tempurung. Merasa benar sendiri dalam grupnya karena tidak gaul dengan grup lainnya. Allahu A’lam Bisshowab.

( Simon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *