Telusur Sejarah & Budaya: Masjid Jami Kali Pasir, Masjid Tertua Di Kota Tangerang
Tangerang, OaseIndonesiaNews
Hanya sedikit masyarakat Kota Tangerang yang mengetahui keberadaan Masjid Jami Kali Pasir sebagai masjid tertua di Kota Tangerang. Padahal sejarah dan budaya adalah warisan leluhur yang wajib dijaga dan dilestarikan dari generasi ke generasi. Sejarah berdirinya Masjid Jami Kali Pasir erat kaitannya dengan sejarah berdirinya Kota Tangerang.
Masjid dengan cat warna krem dengan empat tiang yang berdiri kokoh ini terletak di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, termasuk bagian dari sembilan bangunan cagar budaya sesuai dengan Keputusan Walikota Tangerang dengan Nomor 430/kep.337-Disporbudpar/2011 pada tanggal 25 Agustus 2011.
Keberadaan bangunan Masjid Jami Kali Pasir yang terletak di antara permukiman warga, dengan akses berupa gang-gang sempit membuat kesan tersembunyi dari penglihatan masyarakat.
Senin, 27/12 /2021 siang, awak media berkesempatan mengunjungi lokasi masjid dan mendapatkan nara sumber yang berkompeten langsung, Raufi S Rachman.
Raufi yang merupakan Sekretaris DKM Masjid Jami Kali Pasir ini merupakan keturunan asli warga Kali Pasir.
Kepada awak media, Raufi menuturkan sejarah singkat mengenai berdirinya masjid tertua di Kota Tangerang ini.
“Pada tahun 1416 M, Ki Tengger Djati yang merupakan seorang Menak Galuh, juga murid dari Syekh Subaqir datang untuk membuka lahan dan menyebarluaskan Islam ke daerah Girang, yang kemudian daerah tersebut dikenal sebagai petilasan Ki Tengger Djati. Ki Tengger Djati mendirikan tempat untuk melakukan shalat yang kemudian diperluas karena kebutuhan masyarakat yang semakin ramai,” ujar Raufi.
“Kisaran tahun 1455, Sayyid Hasan ‘Ali Al-Husaini/Syekh Abdul Jalil dari Persia yang melakukan syiar Islam ke daerah Girang (Banten) singgah di padukuhan Ki Tengger Djati.
Sesuai dengan amanah yang diemban dari gurunya, Syekh Abdul Jalil kemudian memadukan pasir yang dibawa dari Karbala dengan tanah yang ada di tempat beliau berdakwah, sebagai syariat agar ajaran Islam terlarut dengan kehidupan dan budaya setempat. Dari peristiwa itu kemudian timbul nama Tanah Pasir, yang dulunya petilasan Ki Tengger Djati, kemudian lebih dikenal dengan Kali Pasir,” lanjut Raufi.
Disebutkan oleh sumber, bahwa masjid tersebut menjadi tempat persinggahan para wali yang hendak pergi ke Banten.
Salah satu tiang masjid merupakan pemberian Sunan Kali Jaga.
Dalam penuturan lokal disebutkan, Masjid Jami Kali Pasir didirikan tahun 1516, yang mana dibuktikan dari tulisan yang terdapat pada salah satu tiang (tertulis 1516) pada saat renovasi tahun 2000.
Menurut sumber, tahun 1608 Pangeran Kuripan bersama Pangeran Mahadjajadilaga, putra Adipati Ngabei Wirasutadilaga, memperbaiki masjid.
Kemudian diperluas lagi oleh Tumenggung Pamit Widjaja pada 1671.
Sultan Ageng Titayasa dari Kasultanan Banten yang memperistri seorang putri yang berasal dari Kali Pasir, bernama Nyi Raden Oerianegara, putri dari Pangeran Mahadjajadilaga Adipati Kuripan II memberikan “Baluarti” tanda kekeluargaan yang dipasang di atas masjid sebagai kubah hingga sekarang. Kepengurusan masjid dilanjutkan secara turun-temurun.
Pembangunan dan perluasan yang dilakukan berkali-kali menyebabkan masjid tidak terlihat lagi bahan aslinya.
Kecuali bagian mimbar, pintu dan tempat imam.
Adapun menara yang juga direnovasi tahun 2000, masih berbentuk menara lama. Menara masjid berarsitektur budaya Banten.
Masih menurut sumber, bangunan dan ornamen masjid tidak memadukan unsur budaya antara kebudayaan pribumi dan tionghoa.
Di belakang masjid, terdapat komplek makam para Tumenggung/umaro yang pernah memimpin ke Ariaan di Tangerang.
Terdapat pula makam Nyi Guru Ratu Hj. Murtafiah binti Syekh Asnawi Al Bantani yang juga masih keturunan Sultan Maulana Hasanudin. Nyi Guru Ratu Hj. Murtafiah merupakan pendiri pesantren putri pertama di tanah Jawa yang bernama Tarbiatul Ummah, yang kemudian berganti Al Maslahat.
Hingga sekarang DKM Masjid Jami Kali Pasir dan masyarakat Kali Pasir selalu mengadakan Khaul Nyi Guru Ratu Hj. Murtafiah pada bulan Syafar setiap tahunnya.
Makam Bupati Tangerang yang menjabat tahun 1948-1952, R. Achayd Pena juga terdapat di komplek makam.
Tahun 2000 ketika terkena proyek jalan dan betonisasi Kali Cisadane, sebagian tanah makam yang terkena proyek ditumpuk dalam komplek makam.
Menurut Raufi, makam masih dipergunakan sampai sekarang, dengan hanya diperbolehkan menggunakan nisan. (WD)
Tinggalkan Balasan