Oase I news.com, Jakarta- Pakar hukum Pidana Dr. Muhammad Taufiq SH, MH, mengatakan bahwa menghalang-halangi Habib Rizieq Shihab untuk hadir secara langsung di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, sebagai terdakwa dalam kasus kerumunan massa, dengan menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2020, adalah perbuatan yang Sewenang-Wenang. Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat dilaporkan ke Mahkamah Agung (MA) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Wahai para hakim dan jaksa, ingatlah bahwa Perma (Peraturan Mahkamah Agung) No 4/2020 itu tidak melarang adanya sidang offline. Kalau mau online, sesuai Perma, itu harus kesepakatan bersama dengan terdakwa. Tidak bisa diputuskan sendiri bahkan memaksa. Perma itu untuk mewujudkan prinsip peradilan yang Sederhana, Cepat, dan Biaya ringan. Kalau hakim dan jaksa memaksakan, menghalang-halangi Habib Rizieq Shihab hadir di sidang dengan alasan Perma, itu bisa dilaporkan ke Mahkamah Agung dan Kejagung,” kata Dr Muhammad Taufiq SH, MH. Dikutip dari Satu Indonesia News Network (SNN), Rabu (17/03/2021).
Sesuai judul, menurut Taufiq, Perma Mahkamah Agung tersebut diterbitkan untuk mengatur administrasi dan persidangan perkara pidana di pengadilan secara elektronik. Perma tersebut diterbitkan bukan karena terkait pandemi Covid-l9, tetapi untuk mewujudkan peradilan yang Sederhana, Cepat, dan Biaya ringan. Dan juga sebagai pelaksanaan Cetak Biru pembaruan peradilan 2010-2035, yang diantaranya bertujuan untuk mewujudkan Peradilan modern berbasis teknologi informasi.
“Jadi, kalaupun dilaksanakan online, itu harus kesepakatan bersama antara hakim, JPU dengan terdakwa. Misalnya, terdakwa atau saksi berada di Papua, itu boleh sidang online. Perma ini mengaturnya. Bukan untuk Covid-19 dan kemudian menghalang-halangi hak terdakwa,” tandasnya.
Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) itu juga menambahkan, tidak diperbolehkannya Cicit Rasulullah SAW, Habib Rizieq Shihab hadir di ruang sidang, telah Menciderai rasa Kadilan. Apalagi ada sidang lainnya yang menghadirkan terdakwa ke ruang sidang.
“Itu Pak Bonaparte hadir di sidang, bahkan bisa goyang Tik Tok. Gisel, dalamkasus asusila dan p0rno, hadir di pengadilan. Maka sudah terpatahkan argumen jaksa dan hakim,” tegasnya.
Tidak hanya sebagai bentuk ketidakadilan, menurut Taufiq, alasan JPU yang hanya menghadirkan Sayyidil Habib secara 0nline justru bentuk pelemahan terhadap keberadaan Perma 4/2020. Di pasal 2 ayat 1 disebutkan, persidangan dilakukan di ruang sidang pengadilan, dengan dihadiri penuntut dan terdakwa dengan didampingi atau tidak penasehat hukumnya.
“Kemudian secara teknis diatur di ayat 2. Jadi itu kata kuncinya. Hakim MA tentu tidak bodoh, diisi oleh orang pintar, pengalaman. Pasal 2, jangan lupa, itu majornya, sidang di ruangan terbuka, dihadiri JPU, terdakwa, majelis hakim,” tegas Taufiq.
Jika sidang dilaksanakan secara online, itu adalah atas kesepakatan atau permintaan.
“Kalau nggak ada permintaan, ya tetap offline. Jangan dibalik. Jangan dipaksakan. Ini pelecehan pengadian atau CONTEMPT OF COURT, karena tidak ada perintah sidang begitu,” kata Taufiq lagi.
Sebagaimana diketahui, tim pengacara terdakwa Habib Rizieq Shihab protes kepada majelis hakim, disebabkan sidang perdana HRS di Peng4dilan Negeri Jakarta Timur, pada Selasa (16/03/2021) tetap dilaksanakan secara online. Munarman salah satu anggota tim pengacara HRS meluapkan kekecewaannya kepada hakim dan JPU.
Sementara Habib Rizieq Shihab sendiri berkali-kali minta untuk dihadirkan di ruang sidang, karena merasa sehat, dan merasa kesulitan komunikasi dengan sidang online disebabkan oleh jaringan komunikasi yang dinilai tidak lancar.
( Simon )
Tinggalkan Balasan