Guru Besar IPB Jadi Korban Mafia Tanah, Minta Tolong Kepada Presiden Jokowi dan Kapolri

Oase I news.com,  Jakarta- Mafia Perampas tanah menyasar ke berbagai kalangan mulai dari rakyat jelata hingga tokoh terkemuka. Tanah SHM seluas 1,7 ha di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara milik keluarga Profesor IPB pun jadi sasaran para mafia tanah. Keluarga Prof Ing Mokoginta sudah dua kali melaporkan kasus perampasan tanah mereka ke Polda Sulawesi Utara. Namun laporan terhadap perampas tanah dan oknum BPN  hingga kini belum juga masuk dalam tahap penyidikan.

Menurut Prof Ing Mokoginta, bukti pidana perampasan tanah ini sangat kuat. Tidak ada jual beli, namun tanah SHM no 98 terbitan tahun 78 yang tertulis berasal dari tanah adat tetiba terbit sertifikat pada tahun 2009 dengan nomor 2567. di atas tanah seluas 1,7 ha. Dalam sertifikat 2567 tersebut tertulis berasal dari tanah negara. Menurutnya tidak ada tanah negara di Kotamobagu.

Profesor wanita yang sudah sepuh ini menambahkan, pengadilan mulai tingkat pertama sampai di tingkat PK Mahkamah Agung pun sudah memutuskan bahwa tanah di tersebut milik dia dan kakaknya Since Mokoginta. Bahkan BPN sudah membatalkan sejumlah sertifikat turunan dari sertifikat no 2567 tahun 2009 tersebut. Lantaran laporan tindak pidana mandek, pihak keluarga akhirnya melapor ke Propam Mabes Polri pada bulan Agustus 2020. Jadi Korban Mafia Tanah, Guru Besar IPB itupun meminta tolong kepada  Presiden Jokowi dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo.

Menurut Prof Ing Mokoginta, bukti pidana perampasan tanah ini sangat kuat. Tidak ada jual beli, namun tanah SHM no 98 terbitan tahun 78 yang tertulis berasal dari tanah adat tetiba terbit sertifikat pada tahun 2009 dengan nomor 2567. Dengan waktu terbit hanya 8 hari dan tertulis berasal dari tanah negara di atas tanah seluas 1,7 ha.

Pengadilan mulai tingkat pertama sampai di tingkat PK Mahkamah Agung pun sudah memutuskan bahwa tanah tersebut milik Prof Ing Mokoginta. Bahkan BPN sudah membatalkan sejumlah sertifikat turunan dari sertifikat No. 2567 tahun 2009 tersebut. Lantaran laporan tindak pidana mandek, pihak keluarga akhirnya melapor ke Propam Mabes Polri pada bulan Agustus 2020.

Menurutnya, Propam Mabes Polri telah melakukan penyelidikan dan telah di temukan pelanggaran etik pada oknum penyidik Polda Sulawesi Utara baik di LP 1 & LP 2. “Bahkan sudah ada perintah dari Kapolda Irjen Pol Panca Putra tetapi tetap LP2 di Sp3 kan oleh penyidik, oleh karena itu kami pada tanggal 7 Desember kami melaporkan kembali LP ke -3 tetapi sampai saat ini belum naik ke tahap penyidikan.

Karena itu, keluarga Prof Mokoginta berharap kasus perampasan tanah ini mendapat perhatian dari Presiden dan Kapolri sehingga jajaran dibawahnya bisa menindak para mafia dan oknum yang merampas tanah tersebut.

“Kami sudah menang di pengadilan nulai dari PTUN sampai PK di Mahkamah Agung, dan sertifikat turunan 2567 tersebut sudah dibatalkan. Tapi tanah masih dikuasai oleh pihak penyerobot. Karena itu, kami mohon Presiden, Pak Jokowi dan Kapolri Listyo Sigit dapat menolong kami, rakyar kecil agar dapat keadilan”, ujarnya dalam video yang dikirim kepada para awak media, Rabu (07/04/2021).

Sementara itu, Sekjen Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) Agus Muldya Natakusumah mengatakan bahwa kasus ini merupakan bukti mafia tanah masih bisa mengendalikan oknum dan mempermainkan hukum. Seharusnya jajaran kepolisian di berbagai wilayah mematuhi perintah Kapolri untuk menindaklanjuti laporan para korban perampasan tanah. Sebab, Kapolri sudah tegas menyatakan akan menindak oknum dan beking-beking mafia tanah.

“Ini kan contoh nyata bahwa perampasan tanah terjadi di berbagai wilayah. Bagaimana bisa di atas Tanah SHM bisa terbit Sertifikat lain tanpa proses jual beli dengan pemilik yang sah. Polisi harus menindak komplotan mafia tanah, oknum BPN Datu Putra dilapangan Alfrits Mamahit

Enstein Mondong serta beking-belingnya”, tandas Agus Muldya, Rabu, (07/04/2021) pagi, di Jakarta.

Agus menambahkan perintah Presiden Jokowi dua tahun lalu untuk menyelesaikan konflik lahan saat ini sudah direspon oleh Kapolri Jenderal Sigit Sulistyo Prabowo. Namun kasus perampasan tanah yang menimpa guru besar IPB masih menyisakan tindak pidana yang tak kunjung diproses hingga tahap penyidikan. Menurut Agus, jika peraturan menteri ATR/BPN  jadi penyebab sulitnya menjerat oknum pejabat yang sewenang-wenang menerbitkan sertifikat maka seharusnya peraturan tersebut segera dicabut.

“Jika aturan yang membuka peluang oknum BPN bisa sewenang-wenang menerbitkan sertifikat di atas tanah milik orang tanpa proses jual beli yang sah atau ada pelapasan hak maka kasus perampasan tanah akan terjadi. Jadi sebaiknya peraturan tersebut dibatalkan agar mafia tanah tidak semakin merajalela dan mempersulit para korban mendapatkan hak tanahnya meski sudah menang di pengadilan Masa bikin aturan yang menguntungkan mafia dan oknum. Ini jelas melanggar Pancasila dan UUD45, tidak berperikrmabusiaan, tak beradab, dan tidak berkeadilan sosial,”tambahnya.

Agus menyarankan agar Presiden Jokowi mengambil alih penyelesaian konflk lahan. Sebab, sudah dua tahun perintah presiden  untuk menyelesaikan perampasan tanah seperti jalan di tempat.

“Jangan sampai kasus perampasan tanah rakyat ini terus dipelihara dan jadi atm oknum-oknum BPN dan para beking mafia,” tandasnya.( Simon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *