MEMILIH DAKWAH YANG RELEVAN

Oleh   : Dr. H. Nurudin Hery Kustanto (Enhaka), MM. (Aktivis / Intelektual Muhammadiyah BSD dan Presidium FMMB)

Oase I news.com,Kota Tangsel- Dakwah arti mudahnya adalah MENGAJAK. Tentu saja syarat mengajak yang paling penting adalah ada yang mengajak dan ada yang mau diajak. Ada pendakwah/subyek dan ada mustamik/obyek. Tetapi di era milenial ini  bisa lho berdakwah ada yang mengajak/subyek saja dan yang diajak/obyek belum ada. Contohnya ya para pembuat konten di media youtube, facebook dan lain-lain nya.

Sang Dai bisa saja ngoceh sendirian lalu materinya ditayangkan melalui media sosial. Bila kontennya disukai oleh pengguna medsos maka viewer (penonton) akan banyak. Bedanya dengan model dakwah konvensional adalah pilihan dakwah di era milenila lebih beragam dan mustamik atau obyek dakwah justru yang memiliki hak memilih konten dakwah mana yang disukai.

Sedangkan di model dakwah konvensional bersifat one way (satu arah) dan otoriter (tidak ada pilihan) karena pendakwah berkuasa penuh atas konten yang disampaikan dan obyek dakwah tidak memiliki pilihan ‘like’ atau ‘dislike’ bahkan ‘exit’ meskipun tidak menyukai kontennya.

Contoh nyata ada seorang khotib Jum’at menyampaikan materi khutbah tentang haramnya mencabut uban di masjid komplek sebuah perusahaan yang mayoritas jamaahnya pekerja aktif dan usianya masih muda-muda. Tentu saja tidak ada yang salah tentang konten UBAN bila disampaikan di forum-forum yang sesuai dengan kebutuhan jamaah. Dalam forum yang tidak “link dan match” itu,  dapat diduga jamaah jum’at terpaksa harus tetap ‘stay’ dan banyak yang ‘sleep’ karena sudah ‘dislike’ tapi tidak bisa exit.

Dakwah Relevan

Diantara moto anak anak generasi milenial adalah bila melakukan suatu aktivitas, syaratnya harus keren dan relevan. Keren itu membanggakan dan menyenangkan. Sedangkan relevan itu ada kaitan dengan dirinya atau ada manfaatnya. Konten dakwah  yang konvensional maupun milenial sejatinya yang diharapkan oleh audience/jamaah pasti yang bermanfaat buat dirinya. Orang merasa dapat manfaat kalau sesuai dengan kebutuhannya. Bagaimana mengetahui kebutuhan konten yang diperlukan jamaah? Ada beberapa indikator kasat mata yang bisa menjadi sekedar pertimbangan bagi pendakwah :

1. Umur

Berapa rata- rata usia target obyek dakwah. Apakah usia manula, dewasa atau anak muda? Kecenderungan preferensi masing masing kelompok usia menunjukkan minat dan kebutuhan jenis kontennya. Al Quran banyak mengambil model bercerita dalam menyampaikan pesan-pesannya.

Hal ini dapat ditafsirkan bahwa model taklim dengan cerita adalah cara universal yang disukai oleh manusia di usia berapapun dan dari bangsa manapun. Semua orang cenderung tidak suka digurui kalau tidak terpaksa. Bahkan yang mengguruipun tidak suka digurui. Realitasnya justru metode seperti ini yang masih banyak dipakai oleh mayoritas para Dai.

Dengan model cerita obyek dakwah diberikan pilihan untuk memberikan tafsir sesuai kemampuannya. Contohnya adalah media film yang tetap disukai dari dulu sampai kini. Bukankah film adalah teknik bercerita dalam bentuk visual? Sodaqallahul adzim (Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya).

2. Jenis Kelamin

Jelas sangat beda kebutuhan akan konten antara pria dan wanita meskipun di kelompok usia yang sama. Pendakwah yang cerdas pasti pansai memilih konten yang sesuai dengan kebutuhan gender seperti ini.  Secara sederhana dalam psikologi dinyatakan bahwa pria cenderung lebih rasional dan wanita cenderung lebih emosional.

Hal ini seharusnya berdampak pada pilihan konten yang akan disampaikan oleh sang Dai kalau mau pesan dakwahnya efektif ke jamaah. Survei membuktikan bahwa jumlah taklim ibu-ibu lebih banyak daripada taklim bapak-bapak. Artinya konten dakwah yang akan disampaikan oleh para Dai cenderung lebih efektif bila memakai pendekatan emosi/rasa sesuai dengan preferensi wanita ketika menguraikan dan menjelaskan dalil2 naqli. Teknik mengemas pokok bahasan serius dengan humor2 segar disertai contoh kisah2 teladan yang relevan akan disukai olek obyek dakwah feminin.

3. TLD (Tempat Lokasi Dakwah)

Dakwah memang tak mengenal tempat dan waktu. Namun konten dakwah harus menimbang dengan cermat pilihan konten yang sesuai dengan tempat dan waktunya. Tema yang dibahas untuk jamaah desa, kota, urban pasti tidaklah sama kebutuhannya. Pemahaman sederhana atas sosiologi dan psikologi jamaah akan menambah kelengkapan penyampai dakwah mengetahui background sosilal ekonomi bahkan anutan pandangan politik dari obyek dakwah.

Dalam bahasa jawa ada ungkapan BENER NING ORA PENER. Suatu kebenaran bisa tidak tepat bila disampaikan dalam sikon yang tidak sesuai. Contohnya : membahas etos kerja keras tapi audience nya para manula. Kontennya bener tapi sikonnya ora pener/tidak tepat/pas.

Peran pengundang atau pengurus DKM yang mengundang penceramah sangat penting dalam memberikan masukan terkait sikon jamaah yang akan menjadi mustamik sebelum berceramah. Karena bila penceramah salah memilih bahasan konten yang disampaikan maka jamaah pasti ngedumel….”ini ustadz ngomong apa sih…”, walaupun sebetulnya tidak ada yang salah cuma kayak….joko sembung naik ojek….gak nyambung jek. Allahu A’lam Bisshowab.( Simon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *