Jakarta, OASEiNews – Dampak pandemi Covid-19 berkepanjangan menyebabkan realisasi percepatan pemulihan ekonomi semakin terhambat. Pemulihan ekonomi ditandai dengan meningkatnya produksi dan konsumsi, lapangan kerja semakin bertambah, peningkatan jumlah uang beredar dan permintaan kredit.
Pemerintah menyiapkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di tahun 2022 sebesar 455 Trilliun Rupiah yang akan disebar dalam berbagai Program. Langkah ini tentu perlu diapresiasi dengan catatan pendistribusian dana tersebut perlu dikawal agar tepat sasaran.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional di tahun 2022 ini pun direspon oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia.
KADIN yang merupakan Kumpulan Pengusaha Organisasi Bisnis Indonesia yang bergerak di bidang perekonomian ikut mengambil peran dalam mendukung percepatan pemulihan ekonomi dengan menjadi fasilitator bagi pengusaha dan perbankan dalam penerapan Beneficial Ownership atau pemilik manfaat sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018, Peraturan Mentri Hukum dan HAM Nomor 15 tahun 2019 dan Peraturan OJK Nomor 23/POJK.01/2019.
Hal ini diutarakan oleh Eddy Ganefo, Ketua Umum KADIN Indonesia. Menurutnya langkah ini diambil mengingat kesulitan dari sektor swasta dan pemerintah dalam hal ini BUMN dalam mendapatkan pendanaan dan penjaminan untuk memulai kembali proyek yang terhenti ataupun menginisiasi proyek baru.
“Kadin Indonesia berkomitment untuk menjadi “rumah” bagi para pelaku usaha dalam mensukseskan percepatan pemulihan ekonomi agar roda ekonomi kembali berjalan dan bahkan berlari lebih cepat. Kami mengundang para pelaku usaha yang mengalami berbagai kesulitan untuk datang ke Kadin dan mendapatkan solusi agar tidak berlarut larut dalam masalah, melainkan fokus kepada masa depan yang cerah,” kata Eddy Ganefo di Jakarta, Rabu (23/2).
*Apa itu Beneficial Ownership*
Menurut Eddy, Beneficial Ownership atau Pemilik Manfaat merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham dari Korporasi, yang berarti segala bentuk tanggung jawab finansial mulai dari berkaitan dengan penyediaan jaminan atau collateral hingga pertanggungjawaban hutang berada di tangan seorang Beneficial Owner.
“Pengertian tersebut selaras dengan pengertian dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 definisi dari Beneficial Ownership yang menyebut Pemilik Manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada Korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan Korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham Korporasi,” ujarnya.
Tujuan utama hadirnya Beneficial Ownership, kata Eddy adalah untuk mendukung Anti Money Laundering (AML), Pencegahan Pendanaan Terorisme, Know your customer (KYC) compliance dan Enhanced Due Diligence (EDD).
Eddy lebih lanjut mengatakan, seorang Beneficial Owner memiliki kewenangan penuh terhadap jalannya sebuah korporasi, yang berarti setiap korporasi dapat mengangkat Beneficial Owner yang dimaksudkan.
“Ini sesuai dengan poin 5 Perpres no 13/2018 yang menyebutkan, bahwa Pemilik Manfaat Memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun,” terangnya.
*Tantangan Implementasi*
Meski begitu, dalam implementasinya, menurut Eddy, terdapat tantangan yang luar biasa. Kata dia, hal ini wajar menimbang sudah sejak lama para pelaku penyalahgunaan keuangan menggunakan struktur perusahaan yang kompleks untuk menyembunyikan identitas asli mereka dan menyembunyikan dari mana dana mereka berasal, atau untuk apa dana tersebut digunakan.
“Kabar baiknya, dalam beberapa tahun terakhir, perang melawan pencucian uang telah meningkat dengan berbagai aturan yang lebih ketat demi mencapai transparansi keuangan,” ungkap dia.
Eddy lebih lanjut mengatakan, pernanan Beneficial Ownership ini sangat penting dalam pendanaan dan penjaminan di korporasi utamanya dalam upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Pemulihan ekonomi tentu tidak akan tercapai tanpa skema pendanaan dan penjaminan di dalam badan usaha baik yang bersifat swasta maupun milik negara,” tuturnya.
*Skema Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Beneficial Ownership*
Adapun, skema yang dimaksud yakni bahwa segala kegiatan usaha yang berfokus pada hajat hidup orang banyak yang secara konkrit dilakukan dengan menetapkan Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar 20% dari gross profit.
“Lalu, pembayaran pajak kepada negara tanpa adanya sedikitpun manipulasi. Dengan menjalankan 2 aturan main tersebut, maka terjadilah kesinambungan yang membuat Indonesia menjadi negara yang mandiri,” ungkap Eddy.
Ia juga mengatakan, “Bahwa CSR diharapkan menjadi pemicu peningkatan taraf kehidupan dan daya beli masyarakat sehingga perputaran perekonomian meningkat yang berdampak pada penerimaan negara dalam bentuk pajak yang meningkat pula, sehingga Indonesia menjadi negara yang mandiri dan berdaulat,” tutupnya. (Red/Van)
Tinggalkan Balasan