Oleh : DR. Sutoyo Abadi ( Presidium KAMI Jateng )
oase I nesw. com, Jawa Tengah-Persoalan hubungan antara hukum dan politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selalu menarik untuk diperbincangkan karena kedua hal tersebut merupakan dua variabel yang selalu mempengaruhi. Ada tiga macam hubungan hukum dan politik :
Pertama, hukum determinan atas politik dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada aturan-aturan hukum.
Kedua, politik determinan atas hukum, karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak- kehendak politik yang saling berinteraksi dan (bahkan) saling bersaingan.
Ketiga, politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi yang derajat determinasinya seimbang antara yang satu dengan yang lain, semua kegiatan politik harus tunduk pada aturan-aturan hukum.
Dua pandangan hukum yang berbeda ada ahli hukum idealis yang hanya memandang hukum dari sudut das sollen (keharusan), mengatakan bahwa hukum harus menjadi pedoman dan penentu arah dalam segala kegiatan politik. Hukum harus dapat merekayasa perkembangan politik yang hidup dalam masyarakat dan negara.
Pandangan lain ahli hukum yang memandang hukum dari sudut das sein (pendekatan empirik/kenyataan), maka produk hukum selalu dipengaruhi oleh politik mulai dari pembuatannya sampai pada tataran pelaksanaannya dilapangan.
Dalam konteks dewasa ini politik itu selalu determinan dibandingkan hukum. Politik selalu memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan hukum itu sendiri. Produk hukum yang dibentuk oleh legislator tak steril dari kepentingan politik para pembuatnya, tak lepas dari kepentingan atau politik. Politik selalu dikaitkan dengan kekuasaan, karena memang konsep politik itu tak lepas dari mempertahankan kekuasaan.
Pergulatan antara politik dan hukum terus menerus kita alami di Indonesia, saat ini mengalami yang namanya politik hukum tidak sehat, dikatakan tidak sehat sebab kepentingan epnguasa lebih diutamakan dibandingkan kepentingan rakyat. Bahkan tak sedikit yang melanggar atau mengelabui hukum agar kekuasaan dan kepentingan selamat. Disi lain begitu mudah terjadinya penangkapan bagi siapapun yang berseberangan dengan penguasa
Dan tak sedikit juga hukum yang dibuat sangat sarat kepentingan (politik) sehingga merugikan rakyat. Ini mendakan bahwa politik memang memiliki power lebih kuat dibandingkan hukum.
Mendengar nota jawaban JPU dari Eksepsi penasihat hukum kasus Edy Mulyadi dari awal sampai akhir ternyata sangat sederhana, hanya pada penafsiran hukum tentang kalimat “Jin Buang Anak”.
Diawali soal penolakan kalimat tim pembela dan masuk pada legalitas keabsahan Edy Mulyadi sebagai wartawan, memutar balik makna kebebasan, masuk pada penafsiran hukum tentang “Jin buang anak”, yang ditafsirkan menurut hukum bahwa ucapan itu mengandung kebencian, menghina pihak lain dan menimbulkan keresahan dan kegaduhan, ahirnya minta majlis hakim agar mengabaikan eksepsi Tim Penasehat hukum Edy Mulyadi.
Dikatakan sederhana karena hanya ucapan “Jim Buang Anak” jelas menganggu penguasa yang sedang bernafsu besar bangun IKN. Ada indikasi kuat kepentingan politik Penguasa untuk memenjarakan Edy Mulyadi yang tidak sejalan dengan kepentingan politik Penguasa.
Sulit dinafikan adanya indikasi bahwa protes dari sekelompok masyarakat di Kalimantan atas ucapan Edy Mulyadi adalah sebuah rekayasa, untuk pembenaran Edy Mulyadi dianggap menggangu jalannya proses pembangunan IKN.
Banyak sekali pelanggaran hukum oleh para penguasa (pejabat negara ), bahkan indikasi pelanggaran hukum oleh Presiden mulai dari penipuan, berkata bohong, menimbulkan bukan hanya kegaduhan. Bahkan pertengkaran dan permusuhan antar satu sama lain. Kondisi ini memiliki syarat formal sebagai pelanggaran hukum pidana dan perdata semua menumpuk dari kasus yang sederhana dan yang cukup berat, hukum ngacir menjauh
Semua lewat karena memang kekuasan jauh diatas hukum lebih fatal kalau penguasa adalah hukum. Yang terjadi di negara kita adalah hukum suka suka oleh penguasa.
Kasus Edy Mulyadi, jelas tidak akan bisa lepas dr jeratan hukum sepanjang penguasa merasa dimusuhi atau ucapan Edy Mulyadi dirasa menganggu penguasa.
Apapun yang terjadi pada kasus hukum Edy Mulyadi akan tercatat dalam sejarah masalah sederhana dan sangat sederhana sebagai bentuk kebebasan berbicara sudah dibrangus oleh penguasa, terlihat jelas dari kawanan JPU ketika menolak eksepsi Tim Penasehat hukum Edy Mulyadi.
Tidak ada kasus hukum atau penangkapan yang di alami para aktifis politisi pembela kebenaran akam menjadikan hina dan sia sia justru akan berahir sebagai kemuliaan dari resiko seorang pejuang pembela kebenaran. Edy Mulyadi akan menjadi ikon _Pahlawan Reformasi Jilid Dua !.(Simon)