Isyu Yang Tidak Bermutu Dalam Menyikapi Persoalan Sengeketa  Lahan Tanah di TPA Rawa Kucing.  

TANGERANG, Oase INews.com- pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan nasib tergugat. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada tergugat, maka tergugat “dibebaskan” dari hukuman.
Sebaliknya jika kesalahan tergugat dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), maka tergugat dinyatakan “bersalah”.
Ditegaskan bahwa pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada tergugat.
Hal ini yang terjadi pada permasahan lahan sengketa TPA Rawa Kucing, Neglasari. Kota Tangerang. antara Penggugat yang diwakili Jaro Nursaid, dengan tergugat dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup/DLH, yang kini memasuki pada sidang gelar perkara ke 11, dimana kemarin, Jumat (17/09/2020) dilakukan gelar sidang perkara di lokasi lahan TPA Rawa Kucing, dengan dihadirkan beberapa saksi termasuk RT, RW Serta Lurah.
Jaro Nursaid, sebagai Penggugat, mengatakan bahwa awal tahun 2016 ada proyek Proyek PUPR dari pusat untuk perbaikan jalan yang aksesnya melintasi pemakaman, dimana dalam pekerjaan tersebut ada beberapa makam yang digali serta diratakan demi untuk memudahkan pekerjaannya,  peĺaksana proyek tersebut adalah PT. Dian Metro.
” makam yang digali serta diratakan untuk proyek jalan tersebut adalah makam yang berada diarea pojok dan ketika makam tersebut digali, tidak ada satupun dari para ahli waris yang datang untuk komplain kepada pelaksana proyek, yang akhirnya pekerjaaan itu berjalan sebagaimana mestinya,” kata Jaro Nirsaid, kepada awak media. Minggu (19/09/2020)
Ditambahkan,  bahwa pada pekerjaan jalan tersebut diduga atas rekomendasi dari pemda Kota Tangerang, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup/LH, karena pada saat pekerjaan berjalan tampak  hadir datang dari instansi Dinas LH untuk melihat pelaksanaa pekerjaan tersebut.
” jadi kenapa orang diluar mengatakan bahwa saya yang menghilangkan makam- makam tersebut, ini tidak beralasan, dan itu jelas ada orang yang memfitnah nama baik saya, walau saya mendirikan bangunan dekat makam, bukan berarti saya menggusur makam yang ada disitu, dan ini tidak beralasan sama sekali, karena ada beberapa saksi yang melihat kondisi bangunan rumah saya saat itu,” ucapnya.
Bahkan, katanya lagi, sebenarnya yang menghilangkan serta menggusur makam makam tersebut adalah proyek jalan dari PUPR yang direkomendasikan oleh Dinas Lingkungan Hidup pada tahun 2016, karena area nya sangat berdekatan dengan area TPA Rawa Kucing, harusnya para ahli waris makam mempertanyakan juga kepada Pemkot Tangerang, dalam hal ini Dinas LH.
” Seperti pada pembatas pagar area TPA, ini jelas sudah melanggar, dimana terlihat pagar pembatas ini tegak Lurus sampai ujung, yang seharusnya tidak demikian, itu ada masuk tekuk kedalam 7 meter sampai ujung, jadi tidak seperti ini pemagarannya,” katanya lagi.
Hal ini juga diakui oleh Atta, pengurus makam yang sudah sejak tahun 2016 berada diarea tersebut, dikatakan bahwa ada 37 makam yang hilang, sejak adanya perbaikan jalan dan Pemagaran area TPA Rawa Kucing, dimana ada beberapa ahli waris menanyakan kepadanya, dan ia juga merasa bingung ingin bertanya kepada siapa.
“Memang makam- makam tersebut adalah makam lama, keberadaa makam tersebut memang jarang dikunjungi oleh para keluarganya, tetapi ketika makam tersebut lenyap karena adanya perbaikan jalan dan pemagaran yang dilakukan oleh Dinas LH, ada juga beberapa yang datang mempertanyakan kepada saya, keberadaan makam leluhurnya itu,”ucap Atta.
Seperti diketahui bahwa bahwa Jaro Nursaid menempati area bangunan tersebut sejak tahun 2005, dimana lahan tersebut ia beli dari Alm. H.Yusuf/mantan Lurah Kedaung Wetan, dan konon Dinas LH Kota Tangerang baru membebaskannya Tahun 2009 kemarin. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *