PRESIDENTIAL TRHERSHOLD 20 PERSEN MEMBUNGKAM KEDAULATAN RAKYAT

Oleh  : Dahlan Pido, SH., MH ( Praktisi Hukum/Advokat Senior )

 

oase I news.com, Jakarta-
Bahwa Presidential Threshold (PT)  20% tidak ada ketentuannya diatur dalam Konstitusi Undang-undang Dasar (UUD) 1945, itu seperti hasil kesepakatan politik atau hasil Rekayasa Petinggi Partai Politik besar lewat kader-kadernya di DPR. Jelas PT  20% ini melanggar HAK-HAK Rakyat dan MEMBUNGKAM / MENGKUDETA Kedaulatan Tertinggi Rakyat Indonesia yang dijamin oleh Konstitusi UUD 1945.P

 

residential Threshold 20% yg ada pada Pasal 222, UU PEMILU No.7, Tahun 2017 jelas bersifat sangat DISKRIMINASI, karena hanya menguntungkan partai politik dan mereka yg berafiliasi dengan partai politik, tidak ada persamaan hukum dan persamaan kesempatan dalam pemerintahan oleh WNI. Berhubung DPR dan Presiden telah meloloskan UU PEMILU No.7 Tahun 2017, yang didalamnya ada Pasal bersifat Diskriminasi, maka seharusnya para Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mampu mengoreksi dengan membatalkan UU itu, atau membuang Pasal yang Diskriminasi  itu demi menjamin Demokrasi (PILPRES YANG JUJUR DAN ADIL)


 

Bukan malah menolak semua Gugatan  / Judicial Review (JR) dari para Penggugat / Pemohon, kemudiann mempertahankan UU yang Diskriminasi, Inkonstitusionil dan tidak Demokratis dengan dalih dan alasan legal standing dan lain-lain, yang seharusnya argument lebih substansi dan masuk akal. Apa Negara Amerika Serikat yang mbahnya Demokrasi yang menjalankan sistem Presidensiil memiliki persyaratan Presidential Threshold untuk menjadi seorang CAPRES, sepertinya tidak, jangankan 20% bahkan  0,001% saja tidak ada persyaratan.

Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK), dapat mengembalikan Kedaulatan tertinggi rakyat, menegakkan persamaan hak WNI dan kesempatan dalam pemerintahan kepada semua WNI, dan yang lebih PENTING, kembalikan marwah demokrasi kembali sebagai pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan mengahapus PT 20 %. Dan PT 20 % jelas merusak DEMOKRASI, Inkonstitusionil, dan melanggar HAM.(Simon)