Ketum 2PUI : PSBB Total Bukan Solusi Yang Tepat Bagi Warga DKI

Nikolas Kosigin, Ketua Umum 2PUI

JAKARTA, Oase I News.com – Perihal PSBB Total yang akan diterapkan oleh Gubernur DKI pada Senin esok tanggal 14 September 2020 bagi 2PUI (2 Periode Untuk Indonesia) bukan merupakan solusi yang tepat bagi warga DKI Jakarta ini yang mana notabene pekerjaan mayoritas adalah sebagai karyawan kantor dan pekerja lepas.

Saat ditemui awak media dikawasan Menteng Jakarta, Nikolas Kosigin selaku Ketum dari 2PUI mengatakan bahwa berdasarkan Inpres No. 6 Tahun 2020 tidak perlu memberlakukan PSBB atau Lockdown secara Total, dan mengenai isi dari Inpres tersebut lebih mudah diserap atau dipahami oleh masyarakat Indonesia, tidak serta merta menutup dan membatasi ruang gerak dari manusia itu sendiri dalam konteks aktivitas. Yang harus diperketat dan ditingkatkan adalah Protokol kesehatannya. Minggu (13/09).

Dalam kesempatan ini, Nikolas juga menguraikan beberapa hal mengenai alasannya menolak program PSBB yang akan diterapkan oleh Gubernur DKI.

Berikut Uraiannya :

– Jika seorang pelaku usaha sudah mengadopsi dan sudah berupaya melakukan seluruh poin-poin yang telah ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO sebagai rujukan yang telah disepakati oleh seluruh kepala negara, demikian dengan apa yang telah ditetapkan oleh regulator Indonesia damai yakni Kemenkes melalui PMK-nya, itu diambil berdasarkan dari WHO bukan semata-mata dibuat oleh Kemenkes.

Jadi kalau sudah diupayakan dan dilaksanakan seperti itu harus apalagi, hal apalagi yang harus dibuat-buat untuk menjadi sebuah pelarangan, apalagi yang harus ditetapkan yang akhirnya nanti mengakibatkan kehancuran sebuah usaha ?

– Yang harus dilakukan sekarang oleh regulator dalam hal ini adalah Kemenkes, BNPB, BPBD, Dinas Kesehatan Jakarta adalah melakukan sosialisasi dan penilaian langsung ke seluruh tempat-tempat usaha, untuk mengetahui mana yang sertifive boleh dibuka kembali dan mana yang belum. Bagi yang belum bukan berarti harus ditutup dan serta merta dimatikan usahanya, namun dilakukan pembinaan dan pengarahan dan apabila pengusaha tersebut mengabaikan apa yang telah ditentukan dalam pembinaan maka bisa dilakukan sangsi baik terhadap pengusaha atau karyawannya. Itupun setelah melalui proses penilaian dan soal sangsi bisa disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya yang dimulai dari denda, pembekuan sementara isi usaha hingga penutupan tempat usaha.

– Regulator, dalam hal ini adalah Kemenkes, Dinas Kesehatan, Pemprov DKI, BNPB, Satuan Tugas Covid-19 bersama Kemensos itu tidak bisa melakukan penilaian diberbagai gedung-gedung perkantoran, sebab perkantoran itu gedungnya bukan hanya satu perusahaan  yang memiliki tapi bisa jadi dalam satu gedung perkantoran yang berlantai 20 misalnya, diperkirakan ada sekitar 15 sampai 25 perusahaan, demikian juga ditempat-tempat keramaian lainnya seperti tempat perbelanjaan, baik pasar tradisional maupun pasar modern, sekolah-sekolah, pelabuhan, terminal dan juga bandara.

Solusi dari 2PUI : 

1. Segera dibentuk Kesatuan yang disebut Covid Manager; yang mana terdiri dari orang-orang yang terverifikasi sertifive melalui program cepat namun padat, untuk memastikan bahwa orang-orang ini telah mengikuti program pelatihan dan sudah terverifikasi serta layak untuk ditempatkan di tempat-tempat usaha, perkantoran dan tempat umum lainnya seperti. Covid manager bersifat independen dalam arti tidak dapat diintervensi oleh siapapun baik pengusaha ataupun karyawan.

Fungsinya adalah melakukan Pengawasan secara melekat, untuk memastikan semenjak jam operasional sebuah perusahaan dimulai dari jam perkantoran ataupun jam sekolah dan pusat perbelanjaan hingga selesai. Untuk seluruh pengunjung, pekerja/karyawan dan semua yang terlibat dalam kawasan tersebut termasuk pemilik perusahaan berikut direksinya untuk melakukan disiplin protokol kesehatan yang telah ditetapkan sebagaimana tertuang dalam Inpres No.6 Tahun 2020 dan dia juga yang harus melakukan evaluasi-evaluasi setiap harinya, seberapa disiplin  dan konsistennya perusahaan, para pekerja dan juga pemilik usaha tersebut untuk memberikan perhatian ekstra dalam melakukan Pencegahan Penyebaran virus Covid-19 ini, sehingga suatu usaha bisa tetap berjalan.

Pengawasan melekat berlaku, sangsi-sangsi disiapkan dan jika perusahaan tersebut baik karyawan ataupun pengunjungnya melakukan pelanggaran, ada figur yang terverifikasi yang melakukan Pelaporan langsung kepada pihak regulator, sehingga pengusaha tetap bisa menjalankan aktivitasnya dan bangkit dari keterpurukan pasca PSBB sebelumnya. Begitu pula dengan para pedagang pasar bisa tetap menjalankan kegiatan ekonomi perdagangan dan sekilah-sekolah tetap bisa melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan tatap muka.

2. Diluar konteks Usaha, Kantor dan Sekolah bisa juga diturunkan personil Anggota Polri, TNI, dan ASN secara bergantian untuk melakukan Pengawasan kepada masyarakat dengan gambaran per 100 meter ditemui seorang Covid manager atau Petugas yang memastikan bahwa protokol kesehatan itu berjalan hingga nanti update kita terima dari WHO bahwasannya Vaksin Corona (Covid-19) ditemukan meskipun belum bisa dipastikan akan ada di kuartal kedua tahun 2021.

Inilah yang bisa kita lakukan tidak serta merta menyelesaikan permasalahan penanganan penyebaran virus covid-19 ini dengan versi luar negeri, karena kita Berbeda. Beda dalam budaya, sosial, ekonomi dan perbedaan lainnya dari masyarakat internasional, namun kita menyepakati karena kita juga bagian dari masyarakat dunia itu sendiri melalui Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hingga nanti ditemukannya Vaksin tersebut dan tersertifikasi setelah melalui uji klinis dan layak serta aman untuk digunakan untuk bangsa yang kita cintai ini yakni Indonesia.

Jika tetap diberlakukan PSBB Total, kita sebagai anak bangsa akan lawan karena tindakan itu sudah tidak tepat lagi. Cara Merah-Putih bertahan dalam menghadapi pandemi virus covid-19 ini, baik terhadap sumber daya manusianya (SDM), Kesehatan Bangsanya dan Kekuatan  Perekonomiannya. Dengan semakin meluasnya covid-covid manager yang memberdayakan dan mengedukasi masyarakat akan disiplin melakukan protokol kesehatan. Demikian juga dengan co-orperasi, budang-bidang usaha lainnya di semua lini bisa lebih ter-cover. Karena langkah pencegahan lebih baik daripada mengobati. Jadi, sebelum terpakai anggaran negara yang menghabiskan ratusan juta per kepala atau per pasien yang terpapar lebih baik kita memberdayakan kemampuan dari setiap sumber daya manusia (SDM) yang kita miliki di Indonesia ini untuk menjadi Ujung Tombak selaku Covid manager, mulai dari Nangroe Aceh Darussalam hingga sampai ke Papua, dari provinsi Banten hingga Jawa Timur dan Bali, Sumatera dan Kalimantan. Sehingga hal ini bisa tersinkronisasi, ada sebuah juklak yang mereka lakukan, tupoksi yang jelas, pusat pengamanan yang siap untuk laporkan, dan hal ini secara Konsisten dan terus-menerus kita lakukan sampai nanti Vaksin covid-19 ditemukan.

Itulah dasar penolakan kami terhadap program PSBB dan berpegang teguh pada Inpres No.6 tahun 2020 sebagai sesuatu yang keabsahannya tidak bisa dipungkiri dan diragukan lagi demikian juga dengan Marwah-marwahnya. Yang mana isinya tentang meningkatkan atau memperketat protokol kesehatan semaksimal mungkin untuk mencegah penyebaran dan penularan virus Covid-19 tersebut, bukan melakukan PSBB total yang akan menimbulkan dampak bagi kehidupan masyarakat dan bangsa ini seperti anjloknya perekonomian yang menimbulkan korban kelaparan, munculnya pengangguran karena korban PHK, juga terciptanya pikiran dan tindakan kriminal gara-gara urusan perut. Bagaimana nasib bangsa ini kedepannya.

(tri/nik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *