BEM UI Kritik Presiden Jokowi Sebagai The King Of Lip Service

Oleh  : M. Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)

 

Oase I news.com,  Bandung-Banyak yang merespons positif unggahan BEM UI yang mengkritik Presiden Jokowi dengan sebutan “The King of Lip Service” atau Raja Pembual. Sepertinya ada nafas kehidupan mahasiswa lagi setelah berlama-lama menunggu sikap, aksi dan gerakan mahasiswa. Akankah BEM UI memulai ?

Meski mendapat panggilan dari pimpinan Universitas atas kritik tersebut, namun dukungan mengalir, bahkan fenomena pemanggilan itu telah menjadi isu politik “matinya demokrasi di kampus”. Sikap berani anak-anak mahasiswa UI untuk menghadapi risiko internal kampusnya akan menjadi kekuatan moral bagi sikap kritis pergerakan mahasiswa lainnya ke depannya.

Dosen UI Ade Armando menohok Ketua BEM UI Leon Alvinda Putera dengan mengaitkannya sebagai kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Pernyataan Ade tendensius dan tidak relevan. Ngomel soal kritikan BEM UI dan menuduh mahasiswa masuk UI dengan menyogok. Lho ngawur dan panik begini cuitannya. Menyatakan dangkal pada BEM UI padahal Ade Armando sendiri yang bercuit-cuit dengan bahasa yang super dangkal.

BEM UI mengkritik Jokowi sebagai Pembual yang bikin rakyat mual. Postingannya “Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK dan rentetan janji lainnya”. Postingan disertai meme Jokowi mengenakan mahkota di singgasana bagai seorang raja. “Berhenti membual, rakyat sudah mual !”.

Netizen di samping banyak yang mengapresiasi juga dan mengomentari agar BEM UI segera turun ke jalan jangan hanya berani di medsos. “Jaman gue kuliah, tiap minggu ada aja demonya anak anak BEM UI ini. Entah di Bundaran UI, Stasiun UI, atau Balairung. Jaman sekarang kek nya enteng amat BEM UI ? Turun ke jalan lah, jangan cuma lip service di medsos”.

Apapun, postingan “The King of Lip Service” telah menggoyang. Kritik yang aspiratif atas perilaku politik Presiden Jokowi yang dinilai inkonsisten. Masyarakat sangat merasakan hal tersebut. Sebelumnya pernah ada pernyataan dari Aliansi Mahasiswa UGM yang menyebut Jokowi sebagai Juara Umum lomba ketidaksesuaian omongan dengan kenyataan.

Semestinya kritik seperti ini menjadi bahan evaluasi dan introspeksi bahwa sebagai seorang Presiden itu Jokowi harus konsisten dalam bersikap dan mengambil kebijakan. Masyarakat bisa dan mudah membaca karakter yang dinilai tidak pas dalam memimpin bangsa dan negara. Plin plan dan mencla mencle jelas tak disukai. Jangan terlalu banyak wajah dalam melangkah.

William Shakespeare pernah menuliskan dalam naskah dramanya :

“Tuhan sudah memberimu satu wajah, dan kau malah membuat satu lagi untuk dirimu sendiri”.( Simon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *