FKMTI :  Berantas Mafia Tanah Itu Jangan Tunggu Viral Seperti Tanah Milik Selebritis !!!

Oase I news.com, Jakarta- Ketua FKMTI SK. Budiardjo mendesak aparat penegak hukum untuk SEGERA menangkap KOMPLOTAN MAFIA TANAH dan BEKING-BEKINGNYA tanpa harus menunggu laporan korban viral di media sosial seperti kasus yang menimpa artis Nirina Zubair

“Jadi kalau selebritis, tokoh pejabat jadi korban mafia tanah dan viral di media sosial, semua pejabat angkat suara, cepat menindak pelakunya. Ini bukan negara berdasarkan viral, tetapi negara hukum. Negara yang berdasarkan Pancasila, semua warga negara sama hak dan kewajibannya. Ini ada kasus perampasan tanah Pak Robert di Kelapa Gading, Pak Rusli di BSD, Bang Sami di Sawangan, Saya di Cengkareng dan ribuan rakyat di perkebunan, masa dibiarkan saja,” kata SK. Budiardjo, di kantor sekeratariat FKMTI Jakarta, Selasa (22/11/2021) siang.

Budi menambahkan, di FKMTI perampasan di infrastruktur juga terjadi secara masif diseluruh tanah air. Pada saat pembayaran kepada pemilk asli tiba-tiba batal karena ada gugatan. Begitu juga di Sentul City dan Teluknaga yang memakan korba ratusan orang, bahkan SERTIFIKAT yang sedang DIAGUNKAN ke Bank pun BISA DIRAMPAS. Perampasan tanah di Indonesia saat ini semangkin Brutal.

Ketua FKMTI tersebut mengungkapkan, banyak rakyat yang jadi korban mafia tanah di seluruh Indonesia. Tetapi kasus mereka tidak viral di media sosial sehingga dibiarkan oleh pihak terkait. Padahal, Presiden Jokowi sudah tegas memerintahkan jajarannya untuk memberantas mafia tanah beserta beking-bekingnya.

Namun, para pendukung Presiden justru memviralkan isu yang tidak penting sehingga aksi mafia tanah bisa terus terjadi. Budi menduga, komplotan mafia tanah sengaja MENGADU DOMBA antara netizen Pendukung Jokowi dan netizen pendukung oposisi, misalnya dengan isu sentimen agama.

Tujuannya, agar rakyat melupakan kasus perampasan tanah. Padahal TANAH di NKRI SUDAH 80 persen DIKUASAI Konglomerat seperti yang diungkap oleh Buya Syafii Maarif yang sebagian diperoleh dengan cara merampas tanah rakyat.

“Rakyat Indonesia jangan mau diadu-domba, ada cebong vs kadrun, saling ejek. Memviralkan hal-hal yang tidak penting tetapi melupakan kasus perampasan tanah. Saya menduga ada bohir mafia tanah yang sengaja memperkeruh situasi, agar kasus perampasan tanah tidak terungkap. Ini Anomali, Presiden Jokowi tegas perintahkan berantas mafia tanah beserta bekingnya. Tapi “cebong” ribut di media sosial dengan mereka yang disebut kadrun. Mereka tak sadar cuma diadu-domba mafia tanah,” tandas SK. Budiardjo, Ketua FKMTI.

Menurut Budi, sesungguhnya para Mafia Perampas tanah rakyat lah yang bisa merusak Persatuan Bangsa. Contohnya, lanjut Budi, korban perampasan tanah diminta menggugat pembeli tanah hasil rampasan. Sedangkan pihak pengusaha sudah membawa kabur uang penjualan tanah hasil RAMPASAN.

“Perusak persatuan bangsa itu mafia tanah. Mereka bisa mengadu-domba rakyat dengan pembeli tanah dari pengusaha yang merampas tanah rakyat. Sedangkan pengusaha NAKAL bisa membayar beking agar korban bertarung dengan pembeli yang beritikad baik,” tegasnya.

Sedangkan Manaek Hutabarat, Aktivis Mahasiswa Forkot 98 yang kini jadi pegawai ATR/BPN menjelaskan kasus yang menimpa artis Nirina Zubir dan ibunda Dino Patti Djalal berkesan BPN TIDAK MAMPU mencegah MAFIA TANAH beraksi.

“Semua menjadi ribut jadi pemadam kebakaran setelah kejadian dan selalu ujungnya penipuan pemalsuan yang menyeret akta yang dibuat PPAT tidak valid,” tulisnya via Pesan WhatsApp, Senin (21/11/2021).

Manaek menyarankan perlu kembali ditariknya sebagian kewenangan dalam
membuat akta dari PPAT (notaris). Sebab Sertipikat pertama kali diterbitkan oleh Kantah Pertanahan (BPN) tanpa PPAT. Jadi, seharusnya peralihan bisa dilakukan kembali di BPN lebih mudah dan murah bagi rakyat.

“Jika ada permasalahan pasti masalahnya ada di BPN, semoga ke depan jajaran BPN bisa lebih baik lagi melayani rakyat sekaligus memutus ruang MALING TANAH karena bekerja digaji oleh rakyat dan pimpinan wajib mengarahkan aparat sesuai jiwa UUPA, tanah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat bukan untuk perusahaan,” pungkas Manaek Hutabarat, mantan Aktivis Forkot 98, yang tetap pakai hati nurani dan Akal Sehat walau sudah bekerja di kantor ATR/BPN.( Simon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *