Jakarta, Oase INews.com – Balai penelitian dan pengembangan (litbang) industri di lingkungan Kementerian Perindustrian selamaini mengambil peran dalam upaya mendongkrak daya saing Indonesia. Pasalnya, inovasi teknologiyang diciptakan oleh balai litbang Kemenperin, bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan dayasaing produk yang dihasilkan industri manufaktur nasional.
“Industri merupakan sektor penggerak utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui multiplier effect-nya, industri manufaktur mampu meningkatkan terhadap nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan devisa negara dari ekspor,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara di Jakarta, Rabu (11/4).
Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF) terkait Global Competitiveness Index 2017-2018,daya saing Indonesia secara global tahun ini berada pada posisi ke-36 dari 137 negara atau naik lima peringkat dibandingkan tahun sebelumnya yang menduduki posisi ke-41. Sedangkan, tahun 2013 posisi ke-38 dari 148 negara, tahun 2014 posisi ke-34 dari 144 negara, dan tahun 2015 posisi ke-37 dari 140 negara.
Hasil publikasi tahun ini juga menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-31 dalam inovasidan ke-32 untuk kecanggihan bisnis. Bahkan, Indonesia dinilai sebagai salah satu inovator teratas diantara negara berkembang, bersama dengan China dan India. “Di dalam rantai nilai global, nilai tambahterbesar produk industri dihasilkan pada proses litbang dan purnajual. Selain itu diikuti proses branding,pemasaran, desain, dan distribusi,” jelas Ngakan.
Guna menghasilkan inovasi yang sesuai kebutuhan di dunia industri saat ini, balai litbang Kemenperin terus berupaya menggandeng sektor swasta untuk ikut berkontribusi dalam kegiatan riset atau alih teknologi yang mendukung kemajuan sektor manufaktur nasional.
Hingga saat ini, jumlah unit balai litbang di Kemenperin mencapai 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset Standardisasi (Baristand) Industri. “Dari Balai Besar dan Baristand Industri di bawah unit BPPI tersebut, telah menghasilkan 98 paten,” imbuhnya.
Dari keseluruhan hasil litbang tersebut, baik yang sudah maupun belum dipatenkan telah diterapkan oleh industri skala besar maupun indutri kecil dan menengah (IKM), seperti kertas kemas untuk proteksi korosi atmosferik pada produk logam dan baja, peredam suara dari limbah tekstil, dan sistem automasi instrument pada pabrik pembuatan tapioka,
Kemudian, pembuatan Insulated Rail Joint (IRJ) dari bahan komposit dengan tulangan baja sebagai substitusi Impor, produk Tracklink Tank Scorpion (bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan), Pembuatan Mesin ATBM Dobby Elektrik, dan pembuatan reaktor elektrokatalitik sebagai unit pereduksi polutan warna terlarut pada air limbah industri tekstil.
Ngakan juga menyebutkan, heberapa hasil litbang lainnya, yaitu pengembangan mikroba spesifik untuk pengolahan limbah cair industri oleh Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang, perekayasaan pembangkit listrik tenaga matahari oleh Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung, serta penelitian dan pengembangan Computer numerical control (CNC) dan 3D Printer untuk industri kecil dan menengah oleh BalaiBesar Logam dan Mesin (BBLM) Bandung.
Peningkatan kolaborasi
Ngakan menambahkan, kolaborasi antara litbang dan pelaku industri harus terus ditingkatkan baik di level pabrikan besar maupun di tingkat pebisnis IKM. Oleh karena itu, perlu dibentuk pola kerja sama yang saling memperkuat serta mendorong penguasaan, pemanfaatan, dan kemajuan Iptek.
“Sebenarnya, kerja sama litbang memberikan banyak manfaat bagi lembaga litbang dan mitra yang terlibat, seperti adanya sharing cost and risk, perluasan dan keleluasaan akses terhadap sumber daya yang diperlukan, peningkatan kemampuan atau kompetensi sumber daya peneliti dan lembaga, juga memperluas jejaring kerja,” paparnya.
Salah satu contoh kolaborasi litbang BPPI dengan industri yang dapat secara langsung menjawab kebutuhan industri adalah kerja sama BPPI dengan PT PT Rekadaya Multi Adiprima (RMA) yang telah dirintis dan terjalin sejak tahun 2016. Pada tahun 2017, BPPI dan PT RMA memperluas kerja sama dengan lima unit Balai Besar, yaitu Balai Besar Kimia dan kemasan (BBKK) terkait penelitian dan pengembangan material flame retardant, anti fungi, painting dan transport packaging
Selanjutnya, dengan Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK) terkait pengembangan material composite berbasis serat, Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM ) terkait teknologi machine stamping, Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) terkait interior otomotif berbasiskan budaya lokal Indonesia, serta Balai Besar Kulit Karet dan Plastik (BBKKP) terkait material berbasis karet dan plastik.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, dalam upaya mendongkrak daya saing Indonesia dan memperoleh manfaat dari era revolusi Industri 4,0, hal penting yang harus dibangun adalah penguatan inovasi di sektor industri. “Oleh karena itu, kualitas dan intensitas kegiatan litbang industri terus ditingkatkan di berbagai lini dengan mempertimbangkan aspek perilaku pasar,” tegasnya.
Menurutnya, revolusi Industri 4.0 ditandai dengan peningkatan ketersambungan antara manusia, mesin dan sumber daya alam yang dibangun oleh penerapan teknologi informasi dan manufaktur generasi lanjut. “Hal ini menjadikan sebagian dari rantai pasok dunia untuk meningkatkan penguasaan teknologi modern guna menyesuaikan terhadap kemajuan industri global. Tentunya, teknologi terkini yang mengedepankan proses industri yang lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan,” jelasnya.
Menperin juga telah mengajak agar industri nasional baik skala besar maupun sektor IKM dapat memanfaatkan perkembangan teknologi digital terkini dalam upaya kesiapan menghadapi era Industri 4.0. Sistem ini berpeluang membangun produksi manufaktur yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Bahkan, menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12-15 persen.
Misalnya, penggunaan teknologi internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Selain itu, teknologi digital lainnya sepertiArtificial Intelligence, Human–Machine Interface, robotik dan sensor, serta teknologi 3D Printing.“Lima sektor manufaktur yang akan menjadi percontohan implementasi Industri 4.0 di Indonesia, yaitu industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, serta industri elektonik,” sebut Airlangga. (*)
Editor : Kosasih
Tinggalkan Balasan